Infonegeri, BENGKULU – Hari Bumi Sedunia atau sering kita dengar (Earth Day) diperingati jatuh pada tanggal 22 April 2021. Tema Hari Bumi 2021 kali ini “Restore Our Earth” atau pulihkan Bumi Kita.
Dikutip lama eartday.org temah hari bumi sedunia kali ini berfokus pada bagaimana proses alam, teknologi hijau yang sedang berkembang, dan pemikiran inovatif yang dapat memulihkan ekosistem dunia.
Begitupun dikutif laman Eart Day yang menuliskan bahwa hari bumi menandai hari lahir gerakan lingkungan modern pada tahun 1970 silam. Pada kala itu hari bumi 1970 menyuarakan kesadaran publik tentang keadaan planet kita.
Hari Bumi yang mana kita ketahui pertama kali dicanangkan oleh pengajar lingkungan Amerika Serikat Gaylord Nelson pada 1970. Sejarah Hari Bumi dimulai pada tahun 1960 an hingga 1970an dimana pada saat itu Amerika Serikat sedang mengalami gejolak ekonomi dan politik.
“Hari Bumi bisa terwujud karena respons spontan dari level akar rumput. Kami tidak punya waktu atau sumber daya untuk mengelola 20 miliar demonstran, ribuan sekolah dan komunitas lokal yang berpartisipasi. Itulah yang luar biasa dari Hari Bumi, ia mengorganisasikan dirinya sendiri,” kata Nelson, seperti dikutip dari history.
Saat ini keperihatinannya terhadap Bumi hampir satu miliar lebih orang di 192 Negara berjuang dan berpartisifasi setiap tahunnya. Sikap ini menunjukkan kesadaran terhadap lingkungan dijadikan peringatan sipil di dunia.
“Hari ini, kami mengundang Anda untuk menjadi bagian dari Hari Bumi dan membantu aksi iklim lebih lanjut di seluruh dunia,” tulis earthday.
Begitupun di Indonesia dalam kepedulian terhadap Bumi dalam rangkah hari Bumi Sedunia disampaikan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK) Alue Dohong berharap menjelang Hari Bumi masyarakat Indonesia terus memelihara lingkungan hidup dan berbuat baik untuk bumi dengan melakukan langkah-langkah kecil.
“Harapan untuk Indonesia, kita jaga bumi ini dengan baik, kita pelihara bumi kita dengan baik dengan berbuat baik terhadap bumi salah satunya jangan kita merusak bumi,” kata Wamen LHK Alue ketika ditemui usai acara Peningkatan Kapasitas Negosiator Perubahan Iklim di Jakarta, Senin dikutip Antara.
Sebagai aksi atau langkah untuk memperingati hari bumi pada 22 April secara internasional untuk menunjukkan dukungan bagi lingkungan hidup mari kita senantiasa menjaga kelestarian hutan dan ikut berkontribusi, salah satunya dengan “Hal-hal yang kecil, tidak membuang sampah secara sembarang dilingkungan kita,” tambahnya.
Dengan memperingati Hari Bumi Sedunia di Indonesia khususnya di Provinsi Bengkulu kita mencoba mengenang ulang peristiwa-peristiwa dampak Bencana Alam yang terjadi di Provinsi Bengkulu yang mana akibat dari kerusakan lingkungan seperti dilansir laman dosenpendidikan.co.id yang menuliskan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerusakan diberbagai bidang.
“Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan,” tulisnya.
Kerusakan lingkungan di Provinsi Bengkulu yang masih membekas belum lama ini yakni Banjir yang terjadi pada tahun 2019 yang lalu, tercatat banjir tersebut menjadi sejarah, karena Banjir kala itu bencana banjir terbesar yang pernah terjadi di Provinsi Bengkulu.
Dikutip laman Kompas.com, Banjir kala itu Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengungkapkan 4 hal penyebab banjir dan longsor yang menerjang wilayahnya dan menyebabkan 29 korban meninggal dunia.
“Pertama, persoalan di daerah hulu sungai. Kedua, daerah aliran sungai (DAS). Ketiga, daerah hilir sungai. Keempat, daerah resapan air (DRA),” kata Rohidin, pada acara pembukaan Rakor Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bengkulu 2019, di Hotel Santika Bengkulu, Selasa (30/4/2019).
Rohidin mengatakan, persoalan di hulu sungai karena adanya aktivitas pertambangan, penggundulan hutan, dan ada hak guna usaha (HGU). Intinya menyebabkan kerusakan hutan. Selain di hulu, masalah juga terjadi di sisi DAS-nya. Menurut Rohidin, DAS-nya sudah pengalami penyempitan hampir semua badan sungai. Terutama di kawasan Kota Bengkulu.
“Hilirnya juga sudah terjadi pendangkalan. Sedimentasinya sangat tinggi sekali, di samping penumpukan sampah dan sebagainya,” ucap Rohidin.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sempat terlihat menahan tangis saat membacakan data korban banjir dan longsor di wilayahnya. Hal itu terjadi saat Gubernur Rohidin menggelar konfrensi pers terkait penjelasan dampak bencana.
Saat itu, Rohidin menyampaikan kerja pemerintah, relawan dan sejumlah pihak dalam evakuasi korban banjir dan longsor termasuk kerusakan fasilitas umum. Menurutnya, estimasi total kerugian akibat bencana di Bengkulu sementara mencapai Rp 138 miliar.
“Tim juga mendata terdapat ratusan ternak mati diantaranya 106 ekor sapi, 21 kambing, 4 ekor kerbau dan ratusan hektar sawah serta tambak warga ikut tersapu banjir,” ujar Rohidin, Minggu.
Bencana pada hari Sabtu (27/4/2019), membuat 17 orang meninggal dunia, 8 orang dinyatakan hilang, 12.000 orang mengungsi, 3.880 warga terdampak bencana, 184 rumah rusak.
Dimana dilansir laman dosenpendidikan.co.id yang menuliskan kerusakan lingkungan dapat menyebabkan kerusakan diberbagai bidang, seperti dapat mengakibatkan dampak kerusakan bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. (Soprian)