Infonegeri, BENGKULU – Koalisi Selamatkan Bentang Seblat kembali menyurati Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLHK RI) Siti Nurbaya, meminta tidak memproses penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambang batu bara milik PT Inmas Abadi.
Anggota Koalisi Bentang Seblat, Erin Dwiyanda dari Kanopi Hijau Indonesia mengatakan Koalisi telah ketiga kalinya surati KLHK, pertama pada Oktober 2018 disertai dengan aksi penolakan rencana penambangan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang merupakan lokasi habitat terakhir gajah Sumatera.
Surat kedua dikirim ke Menteri Siti Nurbaya pada tahun 2021 disertai dengan aksi damai mendesak pemerintah mencabut izin pertambangan PT Inmas Abadi sekaligus mengajak publik meningkatkan kesadaran melestarikan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan habitatnya yang dipusatkan di Kota Bengkulu.
“Ada kontradiksi kebijakan dalam pelestarian gajah Sumatera di mana satu sisi ada proyek perlindungan habitat dan peningkatan populasi sedangkan di sisi lain ada kebijakan yang bisa menggagalkan itu, termasuk izin tambang batu bara milik PT Inmas Abadi,” kata Erin, Rabu (23/05/2023).
Ditambahkan Anggota koalisi lainnya, Afri Yaka dari Shelter 28 mengatakan mengizinkan pengerukan tambang batubara di Bentang Seblat sama artinya dengan mempercepat kepunahan gajah Sumatera.
“Karena itu, Koalisi Selamatkan Bentang Seblat sejak 2018 mengkampanyekan pelestarian habitat gajah Sumatera di Bentang Seblat dan mendesak Kementerian ESDM untuk mencabut izin tambang PT Inmas Abadi.” katanya.
Begitupuan yang disampaikan Direktur Yayasan Genesis, Egi Saputra yang juga anggota koalisi mengatakan seluas 79 persen konsesi izin PT Inmas Abadi berada dalam kawasan hutan. Bahkan konsesi dengan tutupan hutan alami seluas 1.318 ha.
“Mayoritas konsesi berada dalam hutan, maka penambangan akan menimbulkan kerusakan lingkungan dan pencemaran air yang mempercepat laju erosi pada daratan 9 desa di bantaran Sungai Seblat bahkan persawahan masyarakat 4 desa terancam,” kata Egi.
Hadirnya tambah ini menurut Egi akan meningkatkan angka deforestasi dan bertentangan dengan komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca. Untuk itu koalisi mendesak untuk tidak melaksanakan proses penyusunan dokumen AMDAL milik PT Inmas Abadi berdasarkan IUP SK I-315.DESDM Tahun 2017 dengan alasan sebagai berikut:
- Bentang Alam Seblat sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera yang telah disahkan oleh Gubernur Bengkulu.
- Kawasan Bentang Seblat merupakan Kawasan Ekosistem Esensial pertama di Indonesia yang telah mendapatkan dukungan baik dari tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang Ibu pimpin maupun Gubernur Bengkulu dengan mengeluarkan SK No. S.497.DLHK Tahun 2017.
- Bentang Alam Seblat adalah rumah terakhir satwa kharismatik bagi harimau Sumatera dan satwa langka dilindungi lainnya.
- Sungai Seblat merupakan sumber air bagi 279 ha sawah dan sumber air bersih bagi warga sembilan desa (Desa Suka Maju, Desa Suka Baru, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Karya Bakti, Desa Suka Negara, Desa Karya Jaya, Desa Talang Arah, dan Desa Pasar Seblat), serta sumber ekonomi nelayan air tawar di Kecamatan Marga Sakti Sebelat dan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.
- Sekarang ini sedang dikonsepkan pariwisata berbasis bentang alam di Pusat Latihan Gajah Seblat di Taman Wisata Alam Seblat.
Kampanye koalisi Selamatkan Bentang Seblat ini juga mendapat dukungan dari Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah yang pada tahun 2021 telah menyurati Menteri ESDM untuk meninjau ulang izin yang diberikan kepada perusahaan tambang itu.
Selain meminta Menteri Siti tidak melanjutkan penyusunan dokumen AMDAL, Koalisi Selamatkan Bentang Seblat yang beranggotakan 64 organisasi juga meminta KLHK tidak memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan bagi perusahaan tambang itu.
Pernyataan PT. Inmas Abadi
Dilansir sebelumnya CEO PT. Inmas Abadi, Suwanto Sutono angkat bicara soal pomelik rencana penambangan batubara, yang dituduhkan akan berakibat ancaman kerusakan ruang hidup dan lingkungan yang menimpa warga, kehidupan flora dan fauna.
Suwanto menjelaskan PT. Inmas Abadi baru rencana akan melakukan aktivitas pertambangan, tentu kedepannya akan selalu berkomitmen sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Selanjutnya, kata Suwanto, yang dituduhkan bahwa PT. Inmas Abadi selama pra-konstruksi, konstruksi dan produksi akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti penurunan kualitas air, erosi, terganggunya habitat satwa.
“Kami menjamin perlindungan dan pengelolaan air limbah, tentu terlebih dahulu sebelum dilepas kembali ke media lingkungan dan kegiatan pengolahan air limbah sesuai standar yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup” jelas Suwanto, Rabu (17/05/2023).
Tidak itu saja, ia juga mengklarifikasi soal tumpang tindih kawasan TWA dan HPT Lebong Kandis dengan IUP Batubara PT Inmas Abadi adalah benar dan di dalam AMDAL memastikan lokasi pertambangan yang ada di kawasan TWA itu nantinya akan di enclave dan dilindungi tanpa ada gangguan dari aktivitas perusahaan. Dan, bukan hanya TWA-nya saja, tapi kami akan mematuhi peraturan yang berlaku, kita juga akan meng-enclave baperzoonnya, 500 meter dari TWA Sebelat.
Untuk lokasi yang berstatus di kawasan hutan produksi konversi dan hutan produksi terbatas tidak ada larangan untuk kegiatan pertambangan namun harus ada persyaratan khusus yaitu mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Jadi sekarang PT. Inmas Abadi belum bisa mengurus persyaratan itu. Karena syarat awalnya harus mengurus izin lingkungan yang dimulai dengan penyusunan dokumen Amdal. Jadi saat ini kami sampaikan bahwa PT Inmas Abadi tidak akan masuk ke dalam wilayah hutan tersebut sebelum mengurus persyaratan resmi dan yang berlaku di negara ini,” terangnya.
Saat ini, kata Suwanto, PT. Inmas Abadi baru bisa memulai aktivitas pertambangannya di lokasi yang berstatus APL, dimana lokasi tersebut dibeli oleh PT. Inmas Abadi dari warga masyarakat dengan ganti untung.
Lebih lanjut ia juga menyinggung soal gelar konsultasi publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) rencana kegiatan pertambangan batubara di Aula Kantor Kepala Desa Suka Baru baru-baru ini, ada warga yang diusir saat konsultasi publik.
“Pada saat gelar konsultasi publik, mengenai ada warga yang diusir, itu disebabkan karena pada saat acara berlangsung warga tersebut tidak mau mengikuti arahan panitia dan membuat konsultasi publik agak terganggu sehingga dikeluarkan oleh pihak keamanan dari Aula tempat konsultasi publik berlangsung.” sampainya.
Akan tetapi, lanjutnya salah satu temannya yang juga merupakan warga dari desa yang sama diberikan kesempatan oleh panitia untuk menyampaikan aspirasinya karena dapat mengikuti arahan panitia. Dan setelah warga tersebut tenang, ia diperbolehkan kembali untuk masuk ke dalam Aula.
Usai konsultasi publik tersebut, warga yang diusir tersebut kemudian menghampiri ketua tim penyusun AMDAL Prof. Atra, untuk meminta maaf, dan kemudian ia menyampaikan bahwa mereka sebenarnya hanya minta dibuatkan sumur bor kepada PT. Inmas Abadi, dimana sumur bor tersebut dibutuhkan sebagai sumber air tambahan karena saat ini sungai Sebelat adalah satu-satunya sumber air bagi desa mereka.
“Kami sangat gembira atas terselenggaranya Konsultasi Publik dimana warga masyarakat yang terdampak langsung sangat antusias menyampaikan aspirasi mereka dan mendukung penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Inmas Abadi.” ucap Suwanto.
Atas tuduhan-tuduhan selama ini yang dilontarkan kepada PT. Inmas Abadi soal penurunan kualitas air, erosi, terganggunya habitat satwa seperti Gajah, menurut Suwanto tidak adil, karena PT. Inmas Abadi sampai sekarang baru menyusun AMDAL dan belum melakukan aktivitas penambangan, jadi bagaimana mungkin PT. Inmas Abadi bisa mengakibatkan penurunan kualitas air, erosi dan mengganggu habitat satwa seperti Gajah.
Pewarta | Soprian Ardianto