Abrasi: 6 Rumah Hancur dan 15 Lainnya Terancam Hilang di Bengkulu Tengah

Caption foto: Aktivitas warga Kabupaten Bengkulu Tengah saat mencari ikan bekas abrasi pantai (Foto/dok)
Caption foto: Aktivitas warga Kabupaten Bengkulu Tengah saat mencari ikan bekas abrasi pantai (Foto/dok)

Abrasi di Bengkulu Tengah, 6 rumah hancur dan 15 lainnya terancam hilang

Infonegeri, BENGKULU TENGAH – Sebanyak 6 unit rumah warga hancur akibat abrasi pantai yang terjadi di Blok 1 Dusun 5 Desa Pekik Nyaring Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu dalam tempo 6 tahun terakhir.

Adapun rincinya satu unit rumah hancur akibat abrasi pantai terjadi pada tahun 2019, 2 rumah hancur pada tahun 2023, dan 3 rumah abrasi pada 6 Juni tahun 2024. Sementara 15an rumah lagi lain berpotensi akan terdampak abrasi.

Setidaknya di Bengkulu dengan 184 Desa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia terancam abrasi dan mendapatkan pengaruh secara langsung akibat krisis iklim. Dan sebelum pernah diingatkan oleh Kanopi Hijau Indonesia.

Caption foto: Kondisi Rumah warga Kabupaten Bengkulu Tengah saat mencari ikan bekas abrasi pantai (Foto/dok)

Kanopi Hijau Indonesia pada tahun 2022 telah merilis hasil analisis, Sumatera bagian barat mengalami laju abrasi bervariasi antara 0,12 – 25 meter. Laju abrasi rata-rata per tahun sebesar 2 meter. Dan hal ini lanjutnya benar-benar terjadi abrasi.

Tim Sekolah Energi Bersih (SEB) Kanopi Hijau Indonesia, mendatangi Desa Pekik Nyaring untuk membuktikan dan memberikan pencerahan kepada anak – anak muda bahwa ancaman terhadap krisis iklim sebagai penyebab utama abrasi pantai.

“Tahun 2019, jarak 200 meter ke arah laut adalah daratan dengan jejeran pohon cemara laut. Dalam jarak tersebut masih terlihat aktivitas nelayan seperti menjemur ikan dan menyandarkan kapalnya. Sekarang air laut menghantam dan menghancurkan rumah kami,” kat Upik salah satu warga Pekik Nyaring, Jumat (28/06/2024).

Kisah tersebut disampaikan warga kepada tim SEB dalam agenda Study Trip lokasi terdampak abrasi. Setidaknya 8 perwakilan SEB yang melakukan study trip ini adalah siswa SMA sederajat yang berasal dari berbagai sekolah di Kota Bengkulu.

SEB dalam kurun waktu 4 tahun terakhir gencar menyuarakan pentingnya untuk bergerak bersama dalam melawan penggunaan energi kotor batubara sebagai salah satu penyebab utama perubahan krisis iklim di Indonesia khususnya di Bengkulu.

Hanifa Juniyati salah satu peserta study trip menyatakan bahwa abrasi yang terjadi di Desa Pekik Nyaring adalah bukti bahwa krisis iklim ancaman perlahan tapi pasti akan merenggut daratan kita di masa depan. Maka perlunya kesadaran dini.

“Sebagai anak muda tentunya kita harus bertindak demi mempertahankan daratan kita untuk masa depan. Caranya dengan meminimalisir penggunaan energi serta terlibat dalam gerakan transisi energi bersih yang adil dan berkelanjutan,” imbuh Hani.

Hosani selaku Manajer SSEB Kanopi Hijau Indonesia mengatakan belum melihat upaya signifikan dari pemangku negara mengatasi laju abrasi yang telah menelan korban. Pada sisi lain faktor-faktor penyebab perubahan iklim seperti PLTU batu bara.

“PLTU batu bara salah satu faktor penyebabnya perubahan iklim, pertambangan dan pengerusakan kawasan hutan masih terus terjadi. Atas dasar situasi ini, SEB yang merupakan konsep dan peta jalan mencerdaskan berbasis fakta,” ujar Hosani.

Selain di Pekik Nyaring, tambah Hosani beberapa titik di pesisir Bengkulu juga mengalami abrasi seperti Pantai Abrasi Mukomuko, Pantai Ketahun, Pantai Lais, Pantai Desa Pondok Kelapa, Pantai Bengkulu Selatan dan juga Pantai Kaur.

Pewarta | Soprian Ardianto