Bencana Alam Dampak Kerusakan Lingkungan di Provinsi Bengkulu

Caption foto: Massa aksi dalam rangka memperingati Hari Bumi 2024 di depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu (Foto/dok: Soprian Ardianto)
Caption foto: Massa aksi dalam rangka memperingati Hari Bumi 2024 di depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu (Foto/dok: Soprian Ardianto)

Infonegeri, BENGKULU – Peringati Hari Bumi 2024 mahasiswa, pelajar, Organisasi Kepemudaan dan Masyarakat Sipil yang tergabung di Aliansi Peduli Bumi Rafflesia Bengkulu menggelar aksi menuntut pemerintah membuat kebijakan pro lingkungan.

Koordinator lapangan M.Ghifar Alfarizsy menyampaikan, aksi ini dikemas dalam kegiatan pawai, orasi di Panggung Peduli Bumi dan dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan sikap serta penyerahan pernyataan sikap kepada DPRD Provinsi.

“Aksi ini dilakukan dengan cara berjalan dari Taman Budaya Bengkulu sampai ke Kantor DPRD Provinsi Bengkulu, dilakukan orasi dan penyerahan pernyataan sikap,” ujar Ghifar, saat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu, Senin (22/04/2024).

Perwakilan BEM Universitas Bengkulu, Ridhoan P Hutasuhut, juga menyampaikan keresahan masyarakat bahwa bumi telah digerogoti dan dikeruk habis oleh orang yang tidak bertanggung jawab, perusahaan merajalela, tambang semakin luas.

“Kami mengutuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI dalam menyikapi kebijakan yang ada, dengan aksi ini kami menuntut DPRD Provinsi Bengkulu untuk membentuk kebijakan yang adil untuk rakyat dan lingkungan,” kata Ridhoan.

Disisi lain Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengakui bahwa terdapat kerusakan lingkungan di Provinsi Bengkulu, “Memang ada beberapa terjadi kerusakan lingkungan yang diduga memicu bencana alam di Provinsi Bengkulu beberapa waktu terakhir.”

Latar Belakang Aksi

Menumpuknya sampah plastik yang memenuhi pantai dan kawasan lingkungan lainnya yang menyebabkan kerusakan lingkungan, berdampak pada kesehatan serta mengganggu keindahan alam maka pemerintah harus mengambil sikap mengenai pengurangan sampah.

Belum ada kebijakan yang konkret dari pemerintah untuk menjawab persoalan sampah Provinsi Bengkulu, serta implementasi atas kebijakan yang ada juga masih sangat minim. Seperti halnya pengelolaan sampah di Kota Bengkulu yang hanya menggunakan proses pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan ke TPA yang saat ini, beberapa kondisinya sudah overload kapasitas seperti TPA air sebakul.

Kemudian rencana perluasan lahan pada TPA Air Sebakul, juga bukan solusi yang konkret jika dibagian hulunya tidak dikelola. Karena hanya melakukan penumpukan sampah, permasalahan ini seperti bom waktu untuk masyarakat dan mengundang masalah baru.

Massa aksi mendorong Pemerintah untuk memberikan solusi di bagian hulu melalui kebijakan, karena solusi untuk sampah plastik tidak cukup dengan pengelolaan, karena plastik merupakan produk harus kurangi bahkan dihentikan penggunaannya.

Dengan demikian butuh kebijakan yang mampu menertibkan masyarakat dengan memberikan solusi atas akar masalah. Contohnya: toko-toko besar maupun kecil yang melakukan transaksi jual beli dilarang menggunakan plastik, dengan begitu masyarakat akan ditertibkan saat belanja untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai.

Begitupun dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2007 tentang Energi Pasal 4 (2) mengatur bahwa sumber daya energi baru dan sumber daya energi terbarukan diatur oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan Pasal 8 (1) Setiap kegiatan pengelolaan energi wajib mengutamakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Lingkungan Hidup.

Artinya penggunaan Energi Bersih Terbarukan merupakan sumber energi yang paling ideal digunakan untuk menjaga keselamatan dan kelestarian Lingkngan Hidup. Bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Kemudian Pasal 3 (1) Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU Batubara yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral. Bahwa PLTU Batubara merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Endcoal.org mencatat sejak 2006-2020 setidaknya ada 171 PLTU batubara yang beroperasi di indonesia dengan total kapasitas 32.373 megawatt. Pembangkit-pembangkit ini ikut menyumbang CO2 yang dihasilkan oleh seluruh PLTU di dunia mencapai 258.394 juta ton dengan rata-rata emisi tahunan sekitar 6.463 juta ton.

Bahwa Energi Bersih Terbarukan merupakan sumber energi yang berasal dari alam contohnya berasal dari sinar matahari, angin, air. Energi bersih terbarukan dapat diperbaharui dalam waktu singkat, jauh lebih singkat daripada energi fosil, dan dalam penggunaannya tidak mengeluarkan Gas emisi. Energi bersih terbarukan sangat potensial digunakan di Indonesia sebagai sumber energi ketenagalistrikan ditengah krisis iklim yang saat ini melanda dunia.

Penetapan RTRW Provinsi Bengkulu Tahun 2023 – 2042 terindikasi hanya memberikan karpet merah yang sebesar-besarnya kepada investasi untuk mengeksploitasi sumberdaya alam di Provinsi Bengkulu. Diantaranya mengakomodasi kepentingan PLTU Batubara Teluk Sepang, pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata dengan mengabaikan kepentingan rakyat.

Di sisi yang lain Pemerintah Provinsi Bengkulu juga telah menghilangkan Hak peran serta masyarakat secara bermakna dalam proses pengambilan kebijakan mulai dari proses pembahasan pelaksanaan dan penetapan kebijakan. Hal ini, merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan merupakan wujud ketidakterbukaan pemerintah bagi partisipasi para pihak untuk melakukan pengawasan kebijakan RTRW Provinsi Bengkulu.

Perubahan tata ruang di Provinsi Bengkulu juga belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek resiko bencana. Mengingat Provinsi Bengkulu sebagai wilayah yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap ancaman bencana, diantaranya gempa bumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan. Pada tahun 2022, Data Bencana Indonesia mencatat terdapat 3 bencana yang mendominasi di Bengkulu yaitu Banjir, tanah longsor dan puting beliung.

Bencana yang terjadi beberapa tahun terakhir di Provinsi Bengkulu merupakan dampak dari salah urus tatakelola sumberdaya alam oleh pemerintah Provinsi Bengkulu. Salah urus tatakelola sumberdaya alam terakumulasi menjadi rangkaian peristiwa yang menyebabkan terjadinya Bencana Ekologis, contohnya banjir di kota Bengkulu tahun 2019 dan banjir di Kabupaten Lebong, Kabupaten Seluma tahun 2024.

Dengan maraknya keresahan dari masyarakat di beberapa kabupaten seperti Hutan Adat Malin Deman Mukomuko, Hutan Serawai Pasar Seluma, Hutan Adat di Rejang Lebong dan beberapa hutan adat lainnya. Beranjak dari implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 35 Tahun 2012 yang berisi ketetapan hutan adat bukan hutan negara.

Berdasarkan keputusan MK tersebut massa aksi menilai putusan tersebut belum dirasakan implementasinya oleh masyarakat adat di Provinsi Bengkulu. Masyarakat di sekitar hutan adat mengalami hambatan dalam bertani serta memanfaatkan fungsi hutan adat mereka dalam mencari sumber penghidupan dalam sektor pertanian.

Krisis iklim yang terjadi merupakan suatu krisis yang dialami masyarakat di seluruh dunia yang disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang menyebabkan efek rumah kaca.

Konsentrasi gas rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, yang disebut dengan pemanasan global.

Selain itu pemanasan global atau global warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 ‘C (1.33 ± 0.32 ‘F) selama seratus tahun terakhir.

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak abad ke 20 kemungkinan besar disebabakan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.

Kemudian menurut analisa carbon brief, Indonesia merupakan penyumbang emisi CO2 urutan kelima terbanyak di dunia sebesar 4,1% selama 1850-2021. CO2 bertahan selama berabad-abad di atmosfer. Semakin banyak yang dilepaskan, maka semakin banyak pula panas yang terperangkap, ini artinya emisi CO2 dari ratusan tahun lalu terus berkontribusi pada pemanasan planet bumi hingga hari ini.

Berdasarkan fakta tersebut berikut pernyataan sikap aksi:

  1. Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk membentuk Peraturan Daerah (PERDA) tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.
  2. Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk segera melakukan Transisi energi dari energi fossil menuju energi bersih yang adil dan berkelanjutan.
  3. Menolak pengesahan PERDA No: 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu tahun 2023-2043.
  4. Mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk merealisasikan putusan Mahkamah Konstitusi No: 35 Tahun 2012 tentang Hak Ulayat masyarakat hukum adat dan meminta Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat segera mengesahkan Rancangan Undang – Undang tentang perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat.
  5. Mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat agar segera merumuskan Rancangan Undang Undang (RUU) Keadilan Iklim.

Pewarta | Soprian Ardianto
Editor | Bima Setia Budi