Infonegeri, BENGKULU – Penetapan situs cagar budaya tidak hanya memiliki nilai penting dalam pelestarian warisan budaya, tetapi juga dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi wisata. “Cak itulah kiro-kiro kalau dilakukan di Bengkulu.” dialeg daerah.
Banyaknya situs cagar budaya di Provinsi Bengkulu hanya terdapat 2 situs (Benteng Marlborough dan Rumah Bung Karno) ditetapkan sebagai cagar budaya Nasional yang tercatat di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud RI).
Pertanyaannya? Situs cagar budaya yang telah tetapkan saja bisa rusak (tak dirawat), apalagi situs cagar budaya yang belum ditetapkan cagar budaya seperti Benteng Anna, Kantor Pos, Rumah Bubungan Tiga, dan Bekas Bangunan Gudang Garam.
“Yang ditetapkan sebagai cagar budaya Nasional Benteng Marlborough dan Rumah Pengasingan Soekarno. Dan keduanya belum ditetapkan cagar budaya Provinsi” kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII, Nurmatias, beberapa tempo lalu.
Benteng Anna diambil dari seorang bangsawan Inggris bernama Keningin Anne van England, walaupun disebut sebagai situs bersejarah tapi sayang saat ini kondisi benteng tersebut sudah runtuh sehingga menyebabkan bentuk asli tak diketahui wujudnya.
Meski ter registrasi sebagai situs cagar budaya, Benteng Anna yang dibangun oleh kolonial Inggris pada tahun 1789, ini digunakan untuk pertahanan perang dan juga aktivitas perdagangan hasil bumi. Namun sayang Benteng ini tak dirawat oleh pemerintah.
Ada banyak benda bersejarah di Benteng Anna ketika masih dihuni oleh kolonial Inggris. Beberapa benda itu kini telah usang dan kurang terawat. Meski namanya mirip, benteng ini berbeda jauh dengan Fort Anne di Kanada, Negara paling utara di Amerika Utara.
Benteng Marlborough, benteng ini diketahui telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, peninggalan Inggris di Kota Bengkulu ini didirikan oleh East India Company tahun 1714-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris.
Belum lama ini Rumah Dr. Abu Hanifah Bubungan Tiga merupakan masuk dalam salah satu cagar budaya di Kota Bengkulu, telah dihancurkan, dimana saat ini situs tersebut sudah menjadi lahan parkir milik Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu.
Begitupun dengan Kantor Pos, kasus pemanfaatan cagar budaya eks kantor pos peninggalan kolonial Inggris tahun 1817 yang dijadikan tempat wisata kuliner, dalam pengelolaannya tidak melibatkan Pemerintah dan parah ahli yang bersertifikat.
Pengerusakan Cagar Budaya
Pengerusakan cagar budaya dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap warisan budaya suatu bangsa. Pengerusakan cagar budaya memiliki hukum berbeda-beda di setiap negara, namun umumnya, pengerusakan cagar budaya dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Di Indonesia, pengerusakan cagar budaya sudah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang merusak, menghancurkan, atau melakukan tindakan dapat merusak cagar budaya.
“Pengerusakan cagar budaya baik itu situs yang telah ditetapkan atau masih tahan registrasi (seperti Kantor Pos, Rumah Bubungan Tiga, dan Bekas Bangunan Gudang Garam) tetap dapat disanksi pidana menurut UU Nomor 11 Tahun 2010,” jelas Nurmatias.
Diketahui sanksi Pidana tentang cagar budaya menyatakan bahwa pelaku pengerusakan cagar budaya dapat dikenai sanksi pidana berupa denda dan/atau pidana penjara. Besarnya denda dan masa penjara yang dikenakan tergantung pada tingkat keparahan.
Pewarta | Soprian Ardianto