Info Negeri – Indonesia belum lama ini dinyatakan Bank Dunia sebagai Negara berpenghasilan menengah-bawah. Dalam klasifikasi terbaru edisi Juli 2021, pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) per kapita Indonesia ada di US$ 3.870. Turun dibandingkan posisi Juli 2020 yaitu US$ 4.050
Itulah yang terjadi pada Indonesia saat ini. Baru satu tahun Indonesia menyandang status sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas, kini Indonesia terpaksa kembali ke status lama. Yaitu negara berpenghasilan menengah ke bawah. Biar gampang, penyebutannya diganti ‘ke atas’ dan ‘ke bawah’.
Indonesia sempat naik ‘ke atas’ pada tahun 2019 dengan GNI 4.050 dolar AS. GNI sendiri adalah gabungan pendapatan domestik bruto (PDB) dengan pendapatan dari negara lain seperti bunga dan dividen.
Nah, pada 2020, pandemi datang mendera. Kalian juga menyaksikan sendiri kan, perekonomian kita berkali-kali dihadapkan pada resesi. Masyarakat kehilangan pekerjaan, pembatasan kegiatan bikin daya beli masyarakat turun. Tak sedikit pula perusahaan yang meronta-ronta, bahkan sampai gulung tikar.
Itu terbukti dengan GNI Indonesia pada tahun 2020 yang turun signifikan menjadi 3.870 dolar AS. Turunnya angka GNI itu menyebabkan Bank Dunia harus menggeser status Indonesia menjadi negara ‘ke bawah’ per 1 Juli 2021. Selain itu, perubahan indikator pengkategorian kelas juga jadi penyebabnya.
Per 1 Juli 2020, kategori negara ‘ke bawah’ berada pada kisaran 1.035-4.045 dolar AS. Yak, kelebihan 5 dolar itu membantu banget buat Indonesia naik status. Namun, per 1 Juli 2021, indikator itu naik menjadi 1.046-4.095 dolar AS.
Sementara itu, indikator ‘ke atas’ per 1 Juli 2020 adalah 4.046-12.535 dolar AS yang juga mengalami perubahan menjadi 4.096-12.695 dolar AS per 1 Juli 2021. Tapi, Indonesia enggak sendiri, kok. Ada Iran, Mauritius, dan Romania yang juga turun kelas.
Eh, tapi, dampaknya apa buat Indonesia ya?
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede bilang, ini akan berpengaruh pada utang. Saat Indonesia berutang ke lembaga multilateral, biaya bunganya akan lebih murah karena status ‘ke bawah’ itu. Sayangnya, itu tak banyak dilakukan.
Indonesia saat ini memilih menerbitkan surat utang atau obligasi. Takutnya, penurunan status Indonesia akan mempengaruhi sovereign rating atau peringkat kredit. Itu lho, kemampuan pihak yang berutang apakah bisa mengembalikan utangnya atau tidak.
Nah, status ‘ke bawah’ itu juga bisa berpengaruh pada risiko gagal bayar utang. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkhawatirkan hal lain. Bhima bilang, turunnya status Indonesia berarti risiko ekonomi yang dihadapi lebih banyak.
Kekhawatiran pertama, Indonesia malah ketagihan utang karena dapat bunga yang lebih murah tadi. Indonesia pun belum bisa mendorong sumber pemasukan dalam negeri. Kekhawatiran kedua, investor akan meninggalkan Indonesia.
Namun, Josua yakin, itu enggak akan terlalu berpengaruh terhadap sentimen investor asing. Dirinya menganggap ini hanya sebatas klasifikasi. Toh, penurunan juga disebabkan pandemi yang enggak hanya mengguncang ekonomi Indonesia.
Josua percaya, perekonomian Indonesia bakal berangsur membaik dan bisa meraih status ‘ke atas’ lagi setelah pandemi berakhir. Kata Josua sih, PR utamanya ya penanganan Covid-19. Baru setelahnya, kita bisa fokus memulihkan ekonomi.
Penulis: Andara Rose, narasi.tv