Lawalata IPB “Mengupas Tuntas Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia”

Caption foto: Pemerintah, Aktivis, dan Pakar Mengupas Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia di Webinar Lawalata IPB

Infonegeri, BOGOR – Hari Lingkungan Hidup Sedunia ditetapkan ketika seluruh negara anggota PBB melaksanakan Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Lingkungan Hidup pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia atau yang kita kenal saat ini yaitu Konferensi Stockhlom.

Prof. Emil Salim, saat itu sebagai menteri yang menangani terkait lingkungan hidup, hadir sebagai ketua Delegasi Indonesia pada konferensi kala itu. Salah satu keputusan menetapkan adanya Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environmental Day) yang diperingati oleh seluruh negara anggota PBB setiap tahun, yaitu pada tanggal 5 Juni, hari pertama diadakannya Konferensi Stockholm.

Webinar ke-3 Lawalata IPB yang memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan mengusung tema “Mengupas tuntas kondisi lingkungan hidup Indonesia” turut menghadirkan pembicara-pembicara yang berasal dari berbagai macam kalangan. Dimeriahkan oleh kehadiran Dadang Wardhana selaku Sub Direktorat Pemanfaatan Jenis Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekowisata (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Prof. Hefni Effendi, M. Phill selaku Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University, Arie Rompas selaku Team Leader Forest Campaign Greenpeace Indonesia, dan Yuyun Harmono selaku Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

“Lestari kini dan nanti” tidak hanya menjadi tagline namun juga merupakan bentuk pengharapan akan sumberdaya alam Indonesia tidak hanya dapat dinikmati oleh kita saat ini namun juga generasi dimasa yang akan datang. Definisi lestari kini dan nanti menuntut kita menciptakan keadaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan didalam setiap prinsip pemanfaatan maupun pengelolaan sumberdaya alam.

Narasumber yang diundang dari berbagai macam lembaga dimulai dari lembaga pemerintahan, lembaga non pemerintah, juga akademisi, menjadikan webinar Lawalata IPB kala itu sebagai ruangan bertemu para pemangku kebijakan, aktivis, praktisi, dan tentu pecinta lingkungan diseluruh tanah air.

Materi pembuka diawali dengan pemaparan oleh Dadang Wardhana yang secara umum menjelaskan program dan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem. Menurut Dadang, kelestarian bukan hanya menjaga sumberdaya alam melainkan juga memanfaatkannya dengan bijak.

“Beberapa isu strategis yang dihadapi oleh Ditjen KSDAE diantaranya yakni, kerusakan habitat akibat pengaruh alam dan manusia, perdagangan illegal satwa liar, problem sampah dikawasan konservasi, serta konflik satwa dan manusia.” ungkapnya, Minggu (05/06/2021).

Presentasi kedua disambung oleh Mas Arie Rompas atau akrab disebut Bang Rio yang merupakan perwakilan dari GreenPeace Indonesia. Dalam webinar ini Rio menguak kerusakan lingkungan di Indonesia dan tantangan kedepan yang harus kita hadapi bersama.

Narasumber berikutnya berasal dari WALHI yang merupakan manajer kampanye keadilan iklim, Yuyun Harmono. Yuyun secara singkat menjelaskan tentang sejarah, visi dan misi WALHI.

“Visi utama WALHI yakni terwujudnya suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demoktratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.” jelasnya.

Yuyun juga menyebutkan bahwa apapun yang berorientasi pada ekonomi dan politik maka akan terjebak pada paradigma ekonomi diatas segalanya tanpa melihat kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

Prof. Hefni Effendi selaku kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University menjadi narasumber penutup pada webinar kali ini. Beliau memberikan wawasan mengenai overshoot alam dan dampak pandemi pada lingkungan hidup, serta relaksasi pengelolaan lingkungan.

Prof. Hefni Effendi juga menerangkan prinsip relaksasi pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan menekankan bahwa masalah lingkungan tidak bisa dipandang dengan menggunakan “kacamata kuda”, terlebih dinegara kita yang masih berkembang, inilah yang dimaksud konformistik.

“Bukan berarti pelonggaran terhadap kekuatan hukum lingkungan melainkan menyesuaikan kembali standar ataupun pengelolaannya.” ungkapnya.

Diakhir acara, moderator webinar yaitu Linda Rosalina yang merupakan anggota Lawalata IPB, juga mahasiswi pascasarjana program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB University menyimpulkan hasil diskusi. Dimana demi mencapai “lestari kini dan nanti” terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi.

“Adanya kebijakan yang berpihak pada prinsip berkeadilan dan berkelanjutan yang mana sedang ditantang dengan kebijakan yang berwatak eksploitatif dan jangka pendek. Saat ini sudah terdapat inisiatif pemulihan ekosistem namun belum menjadi arus utama kebijakan pembangunan sumberdaya alam,” jelasnya.

Diakhir disimpulkan bahwa diperlukan satu perubahan yang sangat mendasar dengan cara mengubah paradigma bahkan gaya hidup yang tidak meletakkan manusia sebagai puncak piramida tapi meletakkannya setara dengan ekosistem, dengan demikian tujuan lestari kini dan nanti dapat dicapai bersama.

Kontributor || Ziadatunnisa Ilmi Latifa (Lawalata IPB 2021)

Editor || Soprian Ardianto