Infonegeri, BENGKULU – Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu, Benny Hakim Benardie kecam alih fungsi situs bersejarah yang tak linier dan bertedensi pengerusakan. UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya jangan dikangkangi, termasuk Perda Provinsi Bengkulu Tahun 1985.
Teranyar, seperti alih fungsi situs sejarah/pengerusakan eks Kantor Pos di Kota Bengkulu pada Januari 2022 lalu. Alih fungsi menjadi resto jelas Benny, pihak pengelola tidak melibatkan Arkeolog yang konsen tentang sejarah dan budaya masa lampau.
“Kantor Pos yang akan dibuat resto tidak tepat dan rawan perusakan. Selain tak sejalan dengan asas UU tentang Cagar Budaya. Kedua, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai cagar budaya itu sendiri dan rawan akan pengerusakan situs itu sendiri,” ungkap Benny, Selasa (07/05/2024).
Pengerusakan situs bersejarah yang tinggi nila edukasinya, sudah sering kali terjadi di Provinsi Bengkulu. teranyar pengrataan rumah bubungan tiga, eks rumah dinas Perwira Inggris yang kini telah punah. Tidak menutup kemungkinan akan ada situs sejarah lain yang akan dirusak oleh pihak yang tidak punya tanggungjawab moral dan hukum terhadap Provinsi Bengkulu ini.
“Itu bukan kali pertama (eks kantor pos), terakhir Rumah Bubungan Tiga yang saat itu Rumah Dinas Perwira Inggris juga telah dirusak, kalaupun bisa dimanfaatkan itu sebagai obyek wisata sejarah bukan merobah/merusak atau menambah,” terangnya.
Menurut pria yang akrab disapa The Cik Ben ini, pengerusakan situs cagar budaya merupakan pidana umum, maka pihak aparat penegak hukum (APH) segera dan dapat menindak tegas pengerusakan tersebut. Pemerintah Daerah juga jangan tutup mata, harus tegas.
“Pihak Kepolisian harus segera bertindak cepat pengerusakan-pengerusakan situs bersejarah di Provinsi Bengkulu berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah (Perda) tahun 1985 Provinsi Bengkulu.” harapnya.
Pengerusakan Cagar Budaya
Pengerusakan cagar budaya dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap warisan budaya suatu bangsa. Pengerusakan cagar budaya memiliki hukum berbeda-beda di setiap negara, namun umumnya, pengerusakan cagar budaya dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Di Indonesia, kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung Nurmantias, pengerusakan cagar budaya sudah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang merusak, menghancurkan, atau melakukan tindakan dapat merusak cagar budaya.
“Pengerusakan cagar budaya baik itu situs yang telah ditetapkan atau masih tahap registrasi (Kantor Pos, Rumah Bubungan Tiga, dan Bangunan Gudang Garam) tetap dapat disanksi pidana menurut UU Nomor 11 Tahun 2010,” kata Nurmatias.
Diketahui sanksi Pidana tentang cagar budaya menyatakan bahwa pelaku pengerusakan cagar budaya dapat dikenai sanksi pidana berupa denda dan/atau pidana penjara. Besarnya denda dan masa penjara yang dikenakan tergantung pada tingkat keparahan.
Pewarta | Soprian Ardianto