Perlawanan Jalalludin Tolak PLTU Teluk Sepang Hingga Diakhir Hayatnya

Caption foto: Kanopi Hijau Indonesia launching Film berjudul Perlawanan Lintas Generasi (Foto/dok)
Caption foto: Kanopi Hijau Indonesia launching Film berjudul Perlawanan Lintas Generasi (Foto/dok)

Infonegeri, BENGKULU – Jalalludin (78) salah satu tokoh masyarakat di Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, yang menentang kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan Batubara. Ia menolak PLTU Batubara hingga akhir hayatnya, hingga meninggal pada 27 Februari 2024 yang lalu.

Dalam perlawanan semasa hidupnya, ia pernah mengatakan dengan lantang bahwa Masyarakat Teluk Sepang akan menerima dampak paling utama, ’’Kami adalah korban yang pertama kali menerima dampak kerusakan lingkungan akibat polusi batubara dan PLTU Batubara. Kami menolak dan menuntut PLTU Batubara Teluk Sepang harus ditutup!”

Meski telah berusia 78 tahun, tak menyurutkan semangat Jalalludin kala itu, bahkan dalam perlawanannya bersama masyarakat dan Mahasiswa untuk menutup PLTU Batubara Teluk Sepang, ia berada di garis paling depan perlawanan terhadap perusak lingkungan, pelaku penindasan dan penghisapan atas manusia oleh manusia.

“Indonesia saat ini udaranya sudah kotor. Tugas kalian (Masyarakat Provinsi Bengkulu) semuanya penerus bangsa, kalau kami mungkin besok lusa sudah tidak ada lagi. Teruskan perjuangan menyelamatkan lingkungan. Sekarang ini keadilan hanya sekedar angan bayangan, tidak ada yang menjadi kenyataan,’’ pesan Jalalludin waktu itu.

Perjuangan Jalalludin dimulai tahun 2017, sejak ia mendengar akan berdirinya PLTU berbahan bakar batubara di Teluk Sepang tempat ia tinggal. Sejak saat itu hampir tidak ada aktivitas perlawanan terhadap adanya PLTU batubara Teluk Sepang yang dilewatkannya. Belajar, aksi lapangan, sampai menjadi pembicara di berbagai media dilakoninya untuk menyuarakan perjuangannya.

“Saya salah satu penggugat!” tegas Jalalludin, tidak ada sidang tanpa kehadirannya. Ketika hakim menyatakan gugatan terhadap izin lingkungan dinyatakan kalah, Jalalludin pun menyatakan, “Ini adalah bukti ketika yang berpunya dan berkuasa bersatu. Mereka tidak peduli akan keselamatan warga, utamanya warga Teluk Sepang yang menderita sakit dan kehilangan mata pencaharian.’’

Jalalludin telah berpulang, tepatnya tanggal 27 Februari 2024 yang lalu, setelah mengalami sesak nafas lebih kurang 2 minggu. Meski ia telah tiada, namun semangat perjuangannya menolak tambang batubara dan PLTU harus tetap diteruskan oleh generasi muda, hingga kisahnya divisualisasikan oleh Kanopi Hijau Indonesia ke dalam bentuk film berjudul Perlawanan Lintas Generasi.

Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia usai launching film mengatakan begitulah kondisi masyarakat disekitar tambang dan pembangkit, ’’Kita bisa melihat bagaimana orang tua berada di sekitar pertambangan batubara dan PLTU. Saat mereka terkena penyakit pernapasan, dan hal ini bisa dicari hubungannya antara beroperasinya tambang batubara dan beroperasinya PLTU batubara.’’

Ali menjelaskan, ketika pertambangan batubara melepaskan debu yang sangat banyak menghujani orang tua, sementara pada bagian hilir PLTU batubara melepaskan abu, sementara mereka juga melepaskan senyawa kimia seperti nitrogen oksida dan sulfur dioksida. Itu semua merupakan biang dari penyakit pernapasan yang diderita oleh masyarakat disekitarnya.

“Kelompok rentan yakni anak-anak juga terkena penyakit kulit yang mewabah. Ini tidak hanya terjadi di Bengkulu dan Sumatera Selatan, tapi juga terjadi di Sumatera Utara, Jambi, dan beberapa wilayah lain dimana orang-orang yang tinggal di sekitar area pembangkit dan pertambangan mengalami penderitaan atau mengalami kesakitan,’’ ungkap Ali.

Ali menambahkan, pada sisi ekonomi, dengan beroperasinya tambang dan PLTU batubara, seperti di Kabupaten Lahat membuat tercemarnya Sungai Lematang. Itu pasti akan berpengaruh terhadap nelayan-nelayan air tawar yang selama ini mengandalkan ekonomi dari keberadaan ikan maung dan beberapa ikan lainnya di wilayah Sungai Lematang.

“Begitupun dengan di Teluk Sepang, pembuangan limbah air bahang yang melebihi dari 2 derajat dari suhu normal air laut itu juga akan memberikan pengaruh. Peningkatan 1,5 derajat, ikan akan menjauh, sementara peningkatan 2 derajat, terumbu karang akan mati. Hal-hal seperti ini yang selama ini tidak menjadi perhatian dari para pihak,’’ tegas Ali Akbar.

Akademisi Kesehatan juga menjelaskan bahwa kehadiran PLTU Batubara di Kelurahan Teluk Sepang telah mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan bagi warga sekitar. Dan tidak hanya itu udaran, dan air di lingkungan masyarakat di Teluk Sepang sudah tidak aman (tercemar), jika terus dibiarkan akan terjadi berbagai resiko bagi kesehatan masyarakat.

“Polusi tambang batubara dan polusi limbah PLTU telah mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan bagi warga Teluk Sepang. Udara dan air di lingkungan mereka sudah tidak aman. Bila terus dibiarkan akan terjadi resiko besar. Setelah saat ini mereka menderita sakit kulit dan ISPA, ke depan warga Teluk Sepang diperkiraan akan menderita sakit paru-paru,” ungkap Susilo Wulan, akademisi kesehatan.

Ahmad Ashov Birry dari Bersihkan Indonesia menyatakan bahwa negara harus hadir dan bertanggungjawab, “Seharusnya negara harus bertanggung jawab menjamin atas hak warga untuk mendapatkan hidup yang sehat dan sejahtera. Kita semua wajib mengkoreksi negara karena bila transisi energi ke arah energi bersih gagal maka lingkungan akan makin rusak parah.”

Di acara yang sama, Robby Fachrul Rozi, Penggiat Film Bengkulu, Rafflesia Motions Films, berkomentar, “Film Perlawanan Lintas Generasi ini sangat bagus untuk ditonton. Film ini membuka sebuah realita kehidupan yang ada di masyarakat, dampak negatif pertambangan batu bara, PLTU khususnya untuk masyarakat sekitar kawasan.”

Launching film ini berlangsung di Aula Kampus IV UMB pada Jumat 31 Mei 2024, sebelum agenda menonton dilaksanakan diskusi yang dipandu Anom Prihantoro (Kepala LKBN Antara Bengkulu) menghadirkan Reza Yuliana (Posko Anak Padi), Harianto (Posko Lentera), Ahmad Ashov Birry (Bersihkan Indonesia), Susilo Wulan (Akademisi), Rusman Tobyakta Siregar (Presiden BEM UMB), Robby Fachrul Rozi (Penggiat Film Bengkulu, Rafflesia Motions Films).

Editor | Bima Setia Budi