Infonegeri, BATAM – Tekanan ekonomi cenderung membuat masyarakat mencari rokok yang lebih murah sehingga produsen rokok ilegal ini memanfaatkan situasi.
Rokok ilegal yang dimaksud ini rokok HD. Pada kemasannya tertulis jelas bahwa rokok ilegal tersebut diproduksi oleh PT ADHI MUKTI PERSADA Batam, Indonesia. yang harga per-bungkusnya berkisar Rp 12 atau 13 ribu seperti yang diperjualbelikan di warung dan pedagang grosir secara eceran.
Seperti diketahui bahwa bos besar dari produksi rokok ilegal tersebut yakni Ahong yang juga berasal dari Kepulauan Riau (Kepri).
Seorang pedagang grosiran yang enggan disebutkan namanya, mengaku keberadaan rokok ilegal memang dilarang, karena namanya saja sudah ilegal. Namun kehadiran rokok tersebut justru membantu penghasilannya.
Selain menjual rokok bebas cukai atau ilegal, warung grosiran tersebut juga berjualan berbagai kebutuhan pokok seperti di salah satu kawasan pasar Jodoh Tos 3000 , Kota Batam.
“Sebenarnya jualan ini tidak boleh karna ilegal, tapi mau bagaimana lagi, uang lebih penting. Jadi bisa tambah keuntungan,” ucapnya. Sabtu (15/6/2024) lalu.
Baginya, rokok ilegal sama-sama menguntungkan pedagang dan pembeli, karena harganya lebih murah dibandingkan rokok legal.
Lebih lanjut, menurut dia, pedagang tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk menyediakan rokok di kiosnya, pembeli tetap merokok dengan harga murah.
“Beda jauh dengan rokok legal, yang penting harganya terjangkau masyarakat, apalagi di situasi membingungkan seperti saat ini,” ujarnya.
Rokok ini kata dia dapat memenuhi aktivitas banyak orang di pasar, baik pedagang, pekerja harian, maupun pembeli. Bahkan, ia menyimpulkan masyarakat akan berusaha keras untuk terus membeli rokok tersebut.
“Banyak cerita dari para pembeli, terutama yang bekerja di proyek dan membangun rumah, bahwa rokok ilegal sangat populer untuk dikonsumsi. Intinya menguntungkan, makanya beredar luas karena juga membantu perekonomian,” ujarnya.
Diketahui, jika dilihat dari label yang diperjualbelikan oleh pedagang grosir, sudah memiliki stempel resmi dari Bea dan Cukai. Namun nilainya berbeda Rp 22 ribu dibandingkan menjualnya ke pembeli seharga Rp 12 atau 13 ribu.
Sejak masa kepemimpinan Kepala Kantor KPU Bea dan Cukai Batam Ambang Priyoggo hingga digantikan Pak Rizal pada tahun lalu atau beberapa bulan lalu, program yang dikeluarkannya cukup jelas yaitu “Gempur Rokok Ilegal”, namun fakta di lapangan tidak sesuai.
Sementara itu, media ini telah mencoba untuk menghubungi Bea Cukai Batam melalui chat aplikasi WhatsApp untuk meminta penjelasan dan tanggapan terkait meningkatnya peredaran rokok ilegal ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, Bea Cukai masih belum memberikan pernyataan resmi.
Dampak dari peredaran rokok ilegal sudah tentu sangat dirasakan oleh pemerintah daerah yang kehilangan potensi pendapatan dari cukai rokok. Kondisi ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengendalikan peredaran barang-barang ilegal di Indonesia.
Diperlukan kerjasama yang lebih erat antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini secara efektif. Publik berharap agar Bea Cukai segera mengambil langkah-langkah konkrit dan transparan dalam menangani isu ini untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas industri rokok.
Pewarta | Wawan Septian