Suhu Iklim Provinsi Bengkulu Meningkat Sejak Tahun 1950

Infonegeri, BENGKULU – Perubahan iklim di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahunnya terus meningkat, suhu pertahun rata-rata di Bengkulu telah meningkat sejak tahun 1950.

Seperti dilansir dari website Laboratorium Ilmu Fisika NOAA (PSL) perubahan iklim di Bengkulu dari tahun ke tahun terus meningkat, peningkatan terjadi sejak tahun 1950.

Laboratorium Ilmu Fisika NOAA (PSL) melakukan penelitian untuk meningkatkan pengamatan, pemahaman, pemodelan dan prediksi cuaca, air dan iklim ekstrem, dan dampaknya terkait.

“Suhu pertahun rata-rata di Provinsi Bengkulu telah meningkat sejak tahun 1950 hingga 2020, suhu mencapai 25 celcius.” Dilansir dari Laboratorium Ilmu Fisika NOAA (PSL), Minggu (20/02/2022).

Seperti yang dikatakan Staf Ahli Menteri Bidang Industri dan Perdagangan Internasional KLHK mengungkapkan bahwa dampak negatif perubahan iklim sudah semakin terlihat di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia.

Beberapa diantaranya adalah fenomena kenaikan muka air laut, pemanasan global, pengasaman laut, suhu permukaan bumi yang meningkat, hingga bencana kekeringan, longsor, banjir, karhutla dan lain sebagainya.

“Intinya perubahan iklim ini sangat terasosiasi dengan cuaca yang ekstrim yang semakin tidak bisa diprediksi. Semakin lama kita semakin melihat dampak perubahan iklim,” kata Novia Widyaningtyas.

Hal itu ia sampaikan dalam acara Berbagi Cerita di Balik Berita (Bercerita) melalui live Instagram Beritabaru.co. Acara itu merupakan bagian dari program serial Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, pada Jumat (18/2).

Diskusi hasil kerja sama antara Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender (PUG) KLHK, The Asia Foundation (TAF), dan Beritabaru.co ini, mengangkat tajuk ‘Dampak Perubahan Iklim dan Karhutla Terhadap Kelompok Rentan’.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor yang paling terdampak signifikan dari perubahan iklim dan cukup mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi adalah pertanian dan perikanan.

“Karena dua sektor itu sangat dipengaruhi oleh iklim. Ketika ada cuaca ekstrim maka gagal panen itu terjadi. Para nelayan juga tidak dapat hasil tangkapan ikan di laut dengan baik,” jelasnya.

Dampak lain juga bisa terjadi pada sektor kesehatan dan pendidikan. Ia menjelaskan, semua makhluk hidup cukup dipengaruhi adanya perubahan iklim, termasuk bakteri dan virus.

“Karena pada dasarnya perubahan iklim merupakan fenomena alam yang kemudian diperparah dengan aktivitas manusia,” ungkapnya Novia dalam diskusi hasil kerja sama antara Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender (PUG) KLHK, The Asia Foundation (TAF), dan Beritabaru.co itu.

“Bahkan penyakit-penyakit, ada bakteri, virus itu juga ikut berubah. Sehingga penyakit yang dulunya tidak ada, dengan adanya dampak perubahan iklim ini, lambat laun bisa muncul. Sehingga ada ancaman kesehatan,” imbuh Novia.

Adapun disektor di pendidikan, lanjut Novia, berdampak langsung pada pendidikan anak-anak. Dengan adanya banjir, karhutlah atau longsor menyebabkan anak-anak terdampak tidak bisa berangkat sekolah.

“Ya kita tahu anak-anak yang setiap hari harus sekolah, jadi gak bisa sekolah. Padahal mereka harus mendapatkan pendidikan yang layak. Kita bisa bayangkan jangka panjangnya. Akses mereka untuk hidup layak juga akan terganggu padahal mereka adalah penerus kita,” terangnya.

“Demikian juga kaum perempuan yang harusnya berdaya membantu keluarga, jadi tidak bisa berperan secara maksimal,” imbuhnya.

Selain itu, dampak negatif perubahan iklim juga dapat dirasakan kelompok rentan seperti disabilitas. “Kita bisa membayangkan ketika terjadi bencana, banjir misalnya, mereka tentu saja akan mengalami kerepotan yang ekstra,” ujarnya. [SA]