Infonegeri, LHOKSEUMAWE – Dalam menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan mengembangkan sistem kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medis.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan bersama Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten berupaya menguatkan dan meningkatkan kualitas serta efektivitas pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan (faskes), baik primer maupun rujukan, bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) Provinsi Aceh melakukan supervisi dan evaluasi terkait kebijakan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) di wilayah Provinsi Aceh.
Kali ini, supervisi dan evaluasi difokuskan pada pelayanan hemodialisis dan kateterisasi jantung di wilayah BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, yang diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, Aceh Utara, pada 17 hingga 18 September 2024. Kegiatan selanjutnya dilaksanakan di RS Datu Beru, Aceh Tengah, keesokan harinya.
Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) Provinsi Aceh, drg. Saifuddin Ishak, M.Kes, PKK, menyampaikan bahwa TKMKB adalah tim independen yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis guna memastikan kesesuaian mutu dan biaya dari Program JKN-KIS.
“TKMKB berfungsi untuk menjaga kualitas pelayanan, mulai dari pasien masuk hingga pasien selesai dilayani,” katanya pada Rabu, 18 September 2024.
Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, Sp.PD-KGH, FINASIM, salah satu pakar Tim TKMKB Provinsi Aceh, menekankan pentingnya kesinambungan Program JKN serta penerapan prinsip keselamatan pasien dalam setiap aspek pelayanan kesehatan.
Ia juga menambahkan beberapa permasalahan dalam pelayanan hemodialisis, seperti rumah sakit yang memiliki hutang kepada vendor sehingga vendor enggan menyediakan alat habis pakai, serta distribusi mesin untuk pasien infeksius yang tidak merata di setiap unit hemodialisis.
Tidak hanya itu, ia juga menyoroti bahwa layanan hemodialisis merugikan beberapa rumah sakit. Prof. Maimun memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Solusi atas masalah ini antara lain rumah sakit harus melunasi hutang kepada vendor, kemudian menyediakan mesin khusus untuk infeksius yang tersebar merata di setiap unit hemodialisis. Caranya mungkin dengan mengajukan usulan kepada pemerintah daerah, sehingga penting untuk meningkatkan komunikasi dengan pemerintah daerah. Selain itu, untuk layanan hemodialisis yang merugikan rumah sakit, perlu dilakukan studi banding ke rumah sakit lain yang tidak merugi, masa tipe D untung, tapi tipe B rugi,” ujarnya.
Kegiatan supervisi ini juga dihadiri oleh para pakar TKMKB Provinsi Aceh, seperti dr. Said Aandy Saida, Sp.PD-FINASIM, dr. Muhammad Diah, Sp.PD-KKV, FCIC, serta Direktur RSUD Cut Meutia, Direktur RSUD dr. Fauziah Bireuen, Direktur RSUD Datu Beru, dan Direktur RS Arun.
Hadir pula perwakilan dokter dan manajemen rumah sakit di lingkungan BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, didampingi Kepala Cabang BPJS Kesehatan Lhokseumawe, Kepala Bagian Penjaminan Manfaat & Utilisasi, serta Kepala Bagian Kerjasama Fasilitas Kesehatan.
Pada kesempatan tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Syafrudin Imam Negara, berharap fasilitas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang efektif serta mengevaluasi kendala teknis dalam kendali mutu dan kendali biaya, agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat Aceh sebagai peserta BPJS Kesehatan semakin maksimal.
“Efektivitas pelayanan kesehatan oleh fasilitas kesehatan harus bisa dijalankan semaksimal mungkin, termasuk di dalamnya menghasilkan rekomendasi dan masukan terkait permasalahan yang dialami masyarakat saat menerima pelayanan kesehatan,” tutup Syafrudin Imam Negara.
Pewarta | Fadhil