Beranda ARTIKEL Fenomena Politik Rohidin Mersyah dan Helmi Hasan

Fenomena Politik Rohidin Mersyah dan Helmi Hasan

0
Fenomena Politik Rohidin Mersyah dan Helmi Hasan
Caption foto: Kiri gambar Rohidin Mersyah, kanan Helmi Hasan (Foto/dok: Soprian Ardianto/grafis)

Infonegeri, POLITIK – Rohidin Mersyah dan Helmi Hasan berkoalisi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Bengkulu 2024. Mungkinkah itu terjadi? melihat fenomena-fenomen yang terjadi diantara keduanya selalu gontok-gontokan.

Fenomena tersebut dimungkinkan mulai mekar pada tahun 2016 silam, dimana Rohidin Mersyah dinilai layak menjadi Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) pada Musyawarah Wilayah (Muswil) dan saat itu Rohidin menjabat Wakil Gubernur Bengkulu.

Helmi Hasan saat itu tidak mencalonkan diri, tapi kader-kader PAN sebagian besar tetap teguh mencalonkan beliau karena berdasarkan berbagai prestasi dan rekam jejaknya selama memimpin PAN Bengkulu. Dan akhirnya Hemi Hasan kembali terpilih.

Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bengkulu 2020 Rohidin Mersyah kembali bertarung melawan Helmi Hasan. Rohidin Mersyah berhasil memenangkan pemilihan dengan perolehan suara terbanyak dan ditetapkan sebagai Gubernur Bengkulu periode 2019-2024.

Selama pertarungan politik tersebut banyak fenomenan-fenomena terjadi, seperti Helmi Hasan dinyatakan Positif covid-19 berdasarkan hasil swab Rumah Sakit Kota Bengkulu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Provinsi Bengkulu pada 31 Agustus 2020.

Tak terima dinyatakan positif covid-19, pada 1 September 2020 Helmi Hasan kembali melakukan uji swab di Mayapada Hospital di Jakarta dan ia dinyatakan negatif. Hal tersebut dilakukan merupakan bagian dari persyarakat pencalonan pilgub Bengkulu.

Dilakukannya tes ulang swab oleh Helmi Hasan menyusul keputusan KPU yang menetapkan aturan saat mendaftar sebagai peserta Pilkada 2020 wajib membawa hasil tes PCR atau swab test. Bakal calon kepala daerah wajib dinyatakan negatif Covid-19.

Keputusan KPU tersebut dimana tes kesehatan menjadi salah satu syarat verifikasi pencalonan Pilgub, sedangkan Helmi Hasan jika benar-benar positif covid-19 harus menjalani isolasi selama 14 hari, jika tidak mengalami keluhan maka dinyatakan sembuh.

Terhitung Helmi Hasan dinyatakan negatif Covid-19, pada 5 September 2020 ia sudah dijawalkan mendaftarkan sebagai calon Gubernur Bengkulu. Kebayang jika Helmi Hasan waktu itu benar-benar dinyatakan positif covid-19, ia tidak bisa mendaftarkan diri.

Gontok-gontokan antara keduanya kembali muncul dan dipertontokan, diataranya soal banyaknya infrastruktur jalan yang rusak di Kota Bengkulu, Walikota Helmi Hasan meminta kepada Gubernur, Rohidin Mersyah agar menghibahkan beberapa ruas jalan.

Setelah itu diminta dan sempat viral beberapa tempo tahun lalu Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah akhirnya menerima tawaran Helmi Hasan dengan menghibahkan status jalan rusak di Hibrida dan jalan Kalimantan Kelurahan Kampung Bali, Kota Bengkulu.

Penyerahan tersebut dengan alasan Keterbatasan Anggaran Provinsi Bengkulu pasca pandemi. Kekurangan pendanaan dirasakan cukup signifikan, namun ia tetap berupaya penuh untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di Kota/Kabupaten Tahun 2022.

Pendapat ahli tentang politik gontok-gontokan karena hal ini dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang, konteks, dan metodologi penelitian masing-masing ahli. Namun, ada beberapa pandangan umum yang sering diungkapkan:

  1. Kerentanan Demokrasi: Sebagian ahli menganggap politik gontok-gontokan sebagai tanda-tanda kerentanan dalam sistem demokrasi. Mereka menyoroti bagaimana konfrontasi politik yang keras dapat mengganggu proses demokratisasi, merusak institusi demokrasi, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
  2. Polarisasi Politik: Politik gontok-gontokan sering kali dihubungkan dengan polarisasi politik yang meningkat, di mana perpecahan antara kelompok-kelompok politik menjadi lebih tajam. Hal ini dapat menghambat kemampuan pemerintah untuk mencapai kesepakatan dan kerjasama yang diperlukan untuk menangani masalah-masalah yang kompleks.
  3. Ketidakstabilan Sosial: Ahli sering mengaitkan politik gontok-gontokan dengan ketidakstabilan sosial dan potensi konflik. Ketika politik dipenuhi dengan retorika yang keras dan konfrontatif, hal ini dapat meningkatkan risiko ketegangan antar kelompok-kelompok masyarakat dan bahkan memicu konflik fisik.
  4. Manipulasi Elit: Beberapa ahli menekankan bagaimana politik gontok-gontokan sering kali dimanipulasi oleh elit politik untuk mempertahankan kekuasaan atau mencapai tujuan politik tertentu. Strategi seperti memanfaatkan isu-isu identitas atau agama untuk memecah belah masyarakat sering kali menjadi bagian dari politik gontok-gontokan.
  5. Pentingnya Dialog dan Mediasi: Sebagian ahli mendorong pentingnya dialog dan mediasi dalam mengatasi politik gontok-gontokan. Mereka berpendapat bahwa solusi jangka panjang untuk konflik politik harus didasarkan pada komunikasi yang terbuka, penghargaan terhadap perbedaan, dan upaya untuk mencapai kesepakatan yang bersifat inklusif.
  6. Kesempatan Reformasi: Di sisi lain, ada ahli yang melihat politik gontok-gontokan sebagai kesempatan untuk mendorong reformasi politik yang lebih luas. Mereka berpendapat bahwa ketegangan politik dapat memicu kesadaran politik di kalangan masyarakat dan memperkuat tuntutan untuk perubahan sistemik.

Dengan fenomena-fenomen tersebut, untuk Pilgub Bengkulu tahun 2024 kecil kemungkinan Rohidin Mersyah akan menggandeng Helmi Hasan, dimana Helmi Hasan pada tahun lalu kembali menegaskan tidak akan mengulang kekalahan di Pilgub 2024 ini.

Penulis | Soprian Ardianto