Setiap yang Bernyawa akan Mati

Oleh Karsidi Diningrat

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran, 3: 185). Dan dalam ayat yang lain disebutkan, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS, an-Nisa, 4: 78). Juga dalam ayat yang lainnya disebutkan, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar, 39: 30).

Inilah kebenaran mutlak. Inilah kehendak Allah bahwa manusia dan makhluk selain manusia tidak hidup abadi di dunia ini, meskipun ia mengumpulkan semua harta, memiliki segala kekayaan, membangun istana megah, mendapatkan intan permata, memiliki barang-barang bermerk yang mahal harganya, dan berada dalam kondisi sehat seluruh anggota tubuhnya serta menduduki jabatan tinggi, pangkat tinggi. Benar, hidupnya pasti berakhir dengan kematian. Dalam hal ini semua manusia sama. Yang kaya dan miskin, yang berpangkat tinggi dan rendah, besar dan kecil, lelaki dan wanita, pandai dan bodoh, penguasa dan rakyat biasa semuanya sama, yaitu pasti menemui sakaratul maut.

Mahasuci Allah Yang Maha Hidup yang tidak mati. Mahasuci Allah yang memaksa hamba-hamba-Nya merasakan kematian. Kematian yang memisahkan antara kerabat dan sahabat, antara bapak dan anak, antara harta dan pemiliknya. Kematian yang membuat harta dunia tetap berada di dunia dan pemiliknya akan pergi tanpa membawanya sedikit pun juga, kecuali amal saleh yang ia lakukan dan dapat memberinya manfaat di hari kiamat. Mahasuci Allah yang membagikan catatan amal mereka. Di antara mereka ada yang celaka, sengsara dan ada yang beruntung, bahagia.

Mahasuci Allah Yang Mahaluhur, Rajanya para raja, Pemilik kerajaan di langit dan bumi. Dialah yang memberikan kerajaan kepada orang yang Dia kehendaki dan mencabutnya dari orang yang Dia kehendaki. Di tangan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Mahasuci Allah segala sesuatu rusak kecuali Zat-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala sudah menakdirkan setiap manusia merasakan sakitnya mati dan mengalami pedihnya sekarat meskipun dia seorang Nabi dan Rasul. Dalam hal ini Allah Swt, berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya, 21: 35). Dan dalam firman yang lainnya dikatakan, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu selalu lari daripadanya.” (QS. Qaaf, 50: 19.)

Tidak diragukan lagi bahwa pencabutan ruh itu sangat menyakitkan. Itulah maut, kematian. Sakarat adalah puncak rasa sakit. Manusia setelah itu tidak sadarkan diri dan tidak merasakan sakit. Rasulullah merasakan betapa sakitnya sakarataul maut. Dan, beliau mengungkapkan rasa sakit tiada tara yang beliau alami itu. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sungguh, satu kali sakarat maut adalah jauh lebih sakit daripada tigaratus kali pukulan pedang.”

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa di hadapan Rasulullah ada empat air. Beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalamnya kemudian mengusapnya ke muka beliau dan berkata, “Laa ilaaha illallah, tiada Tuhan selain Allah, sesungguhnya kematian memiliki sekarat!” Lalu mengacungkan tangannya dan berkata, “Dalam naungan teman yang mulia.” Hingga dicabut ruh beliau dan tangan beliau lemas.” (HR. Bukhari dari Aisyah r.a.).

Selain sakaratul maut, orang yang berhadapan dengan kematian akan menghadapi hal lain yang menakutkannya, di antaranya bentuk malaikat maut yang menyeramkan dan menakutkan. Manusia tidak ada yang mampu membayangkannya. Manusia paling kuat dan paling pemberani sekalipun tidak ada yang sanggup melihat malaikat maut ketika sedang mencabut nyawa orang mati.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi Ibrahim berkata kepada malaikat maut, “Bisakah kauperlihatkan bentukmu ketika mencabut nyawa orang jahat?” Malaikat maut menjawab, “Engkau tidak akan kuat.” Ibrahim berkata, “Tampakkan padaku.” Malaikat menampakkan padanya kemudian berpaling. Tiba-tiba tampak lelaki hitam rambutnya berdiri, baunya busuk, pakaiannya hitam, dari mulut dan lubang hidungnya keluar api dan asap. Hal itu membuat Ibrahim pingsan. Ketika ia siuman, malaikat maut telah kembali ke wujudnya semula. Ibrahim berkata, “Wahai malaikat maut, jika orang jahat ketika mati tidak mendapatkan kecuali wajahmu itu, sudah cukup jadi siksaan baginya.”

Nabi Musa AS pun Mati

Sesungguhnya kematian akan tetap dirasakan oleh manusia, meskipun manusia itu enggan dan menghindar sejauh-jauhnya. Siapa yang dapat selamat darinya? Dalam suatu hadis dari Samrah, ia berkata, “Pemisalan orang yang lari dari maut adalah seperti serigala yang dikejar-kejar oleh bumi karena ditagih utangnya. Serigala itu terus berlari, sampai ketika ia letih dan capek ia masuk ke dalam lubang sarangnya dan bumi berkata kepadanya, “Hai serigala, bayar utangmu!” Serigala langsung keluar dengan tubuh berkudis. Dan terus begitu sampai lehernya putus (kelelahan) dan mati.”

Ibnu Katsir berkata, “Kandungan pemisalan itu adalah, sebagaimana serigala tidak bisa menghindar dari bumi demikian juga manusia, dia tidak bisa menghindar dari kematian.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Malaikat maut datang kepada Nabi Musa dan berkata kepadanya, “’Penuhi panggilan Tuhamu!’ Nabi Musa lalu memukul mata malaikat maut dan membutakan matanya. Malaikat maut lalu kembali kepada Allah dan berkata, ‘Engkau mengirimku kepada hamba-Mu yang tidak mau mati, dia telah membutakan mataku.’ Allah lalu mengembalikan matanya, dan berkata, ‘Kembalilah kepada hamba-Ku dan katakan padanya, ‘Kau ingin hidup” Jika kamu ingin hidup, maka letakkan tanganmu di atas punggung benteng, setiap tanganmu memegang satu bulu maka kamu hidup satu tahun!” Malaikat menemui Nabi Musa dan berkata sebagaimana ajaran Tuhannya. Nabi Musa berkata, ‘Lalu apa?’ Malaikat berkata, ‘Lalu mati.’ Nabi Musa berkata, ‘Sekarang saja, lebih dekat.’ Nabi Musa berkata, “Tuhanku dekatkan aku pada tanah suci dalam jarak lemparan batu.’ Jika aku ada di sana, aku akan lihatkan pada kalian kuburnya di samping jalan dekat kumpulan pasir merah.” (HR. Muslim).

Hadis di atas ini yang mengisahkan kepada kita mengenai Nabi Musa menegaskan kepada kita kaidah umum yang digariskan oleh ayat-ayat suci Al-Qur’an. Yaitu, manusia meskipun ia seorang nabi dan rasul yang suci dari dosa, bagaimana pun ia hidup, akhirnya tetaplah kematian. Inilah Nabi Musa. Setelah ia yakin yang datang adalah malaikat maut, maka ia pun menyerah sepenuhnya kepada malaikat maut yang datang untuk menjalankan ketentuan Allah yaitu mencabut nyawanya.

Pencabutan Ruh Orang Muslim

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang saleh bisa mengatasi kematian dan sekaratnya, dan ruas-ruas tubuhnya saling mengucapkan salam satu sama lain, ia berkata, ‘Keselamatan untukmu, kauberpisah dariku dan aku berpisah darimu sampai hari kiamat.”

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh al-Barra bin Azib r.a., ia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah mengiringi jenazah seorang lelaki dari kaum Anshar hingga kami sampai ke kubur. Ketika sedang di kubur Rasulullah duduk dan kami duduk di sekeliling beliau. Kami diam seolah-olah ada burung di kepala kami. Di tangan beliau ada tongkat untuk bersandar. Beliau mengangkat kepalanya dan bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari azab kubur!” Sebanyak tiga kali atau dua kali.

Kemudian bersabda, ‘Hamba Allah yang beriman jika putus dari dunia dan menghadap akhirat, dari langit turunlah kepadanya malaikat yang putih wajahnya. Wajah mereka seperti matahari sampai duduk di sampingnya sepanjanag mata memandang. Mereka membawa kafan dari surga. Dan nampan dari nampan surga, lalu datanglah malaikat maut. Ia duduk di dekat kepalanya dan berkata, ‘Wahai jiwa yang suci, keluarlah menuju ampunan dari Allah dan ridha-Nya!” Lalu keluarlah ruhnya seperti keluarnya tetesan air dari mulut kantung air.

Ketika para malaikat mengambilnya, mereka tidak membiarkan berada di tangan mereka sekejap pun. Mereka langsung memasukkannya ke dalam kafan dan nampan itu. Lalu dari ruh itu keluarlah bau seperti wangi minyak misik yang paling wangi yang ditemukan di atas bumi. Mereka membawanya naik.

Setiap kali melewati kumpulan malaikat, mereka berkata, ‘Apa ruh yang wangi ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini fulan bin fulan.’ Menyebut dengan namanya yang paling baik ketika diberi nama di dunia. Sampai akhirnya mereka, sampai di langit dunia. Lalu minta dibukakan, dan dibukakanlah untuk mereka dan mereka disambut oleh setiap malaikat penghuni langit terdekat sampai ke langit lapis tujuh. Allah lalu berkata, “Tulislah kitab hamba-Ku di Iliyyin di langit lapis empat dan kembalikanlah ke bumi. Sesungguhnya Aku menciptakan mereka darinya dan di dalamnya Kami kembalikan dan darinya Kami keluarkan lagi lalu ruhnya dikembalikan ke jasadnya.”

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ruh orang-orang yang beriman berada di langit yang ketujuh seraya memandang kepada tempat-tempat mereka yang berada di surga.” (HR. ad-Dailami melalui Abu Hurairah r.a.). Alangkah bahagianya menjadi orang mukmin karena sesudah ia mati ruhnya disemayamkan oleh Allah Swt. di langit yang ketujuh, untuk sementara waktu menunggu hari kiamat (hari berbangkit). Dari tempatnya itu orang mukmin tiada henti-hentinya memandang ke surga yang akan mereka tempati.

Dalam sabdanya yang lain disebutkan, “Sesungguhnya pahala yang mula-mula diberikan kepada hamba yang beriman sesudah matinya ialah semua orang yang mengiringi jenazahnya mendapatkan ampunan (dari Allah).” (HR. Baihaqi melalui Ibnu Abbas r.a.).

Banyak keistimewaan yang diberikan kepada orang mukmin. Dalam hadis ini disebutkan pahala yang mula-mula diberikan kepadanya ketika ia mati, yaitu semua orang yang mengantarkan jenazahnya ke kuburan diampuni dosa-dosanya. Hal ini tiada lain merupakan penghormatan bagi orang mukmin dari Allah Swt. Wallahu a’lam bish-shawwab.

Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Wakil Ketua I Majelis Pendidikan Pengurus Besar Al-Washliyah.