Ada SK Gubernur Bengkulu Diperubahan Bentang Alam Seblat

Caption foto: Perubahan bentang alam seblat yang merupakan tempat habitat Gajah Semutra.
Caption foto: Perubahan bentang alam seblat yang merupakan tempat habitat Gajah Semutra.

Infonegeri, BENGKULU – Tutupan hutan alami Bentang Alam Seblat yang merupakan habitat kunci Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatras) telah berkurang Seluas 6.358,00 hektare (ha) dalam rentang waktu dua tahun dari 2020 sampai dengan 2022.

Berdasarkan analisis tutupan lahan dilakukan Genesis Bengkulu, Kanopi Hijau Indonesia dan Lingkar Inisiatif Konsorsium Bentang Alam Seblat melalui metodologi remote sansing memanfaatkan citra sentinel yang divalidasi menggunakan citra satelit google earth.

Dalam analisis tersebut menemukan hutan seluas 6.358,00 ha telah berubah menjadi pertanian, lahan kering campuran seluas 3.553 ha, menjadi lahan terbuka seluas 2.088 ha, semak belukar seluas 407,38 ha, dan perkebunan seluas 308,99 ha.

Perubahan bentang alam sebelat terdapat tiga aktivitas korporasi yang ikut serta dalam Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang tercantum di SK Gubernur No. S497/DLHK 2017 yang terdiri dari PT. Alno Agro Utama dan PT. Anugrah Pratama Inspirasi.

BACA JUGA: Enam Ribu Hektare Lebih Habitat Gajah di Bengkulu Dibabat 

Ketiga korporasi itu kata, Ali Akbar Ketua Kanopi Hijau Indonesia yang merupakan anggota dari Konsorsium Bentang Alam Seblat, menjelaskan hadirnya korporasi di dalam forum harusnya semakin memperkuat perlindungan dan pengawasan.

Namun sayangnya, lanjut Ali, kerusakan Bentang Alam seblat tetap tidak terbendung sehingga hanya dalam kurun waktu tidak genap tiga tahun, tutupan hutan alami bentang alam seblat yang merupakan habitat kunci gajah Sumatera di Bengkulu hilang seluas 6.358,00 ha.

“Padahal gajah sebagai satwa payung memiliki fungsi ekologis penting sebagai penjamin kekayaan keragaman hayati tetapi di sisi lain dengan pendekatan populasi pertumbuhannya sangat lambat”, kata Ali diacara dialog publik di Taman Pantai Berkas, Jumat (12/08/2022).

Dengan kata lain, lanjut Ali, laju kepunahan tidak sebanding dengan laju reproduksi, sementara disisi lain ancaman keselamatan satwa yang disebabkan persepsi gajah satwa pengganggu dan kepedulian dari para pihak juga masih rendah, maka sangat wajar gajah Sumatera Seblat dan wilayah lain di Sumatera menuju era kepunahan. [SA]