Infonegeri, Jakarta – Konservasi dan pembangunan seringkali menjadi dilema, bahkan tidak jarang menimbulkan kontroversi bagi banyak kalangan.
Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas Kuswandono menegaskan bahwa seharusnya apabila bicara konservasi dan pembangunan tidak selayaknya dipertentangkan.
“Karena kalau kita berbicara pembangunan hakekatnya, untuk mensejahterakan, dalam artian kita sebagai manusia. Tentunya tidak bijak juga hanya sejahtera untuk masa kita, sejahteranya termasuk juga pada generasi penerus kita,” kata Kuswandono.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara Podcast seri ke-5, Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan dengan tajuk “Pengarusutamaan Gender dan Konservasi”.
Acara tersebut diselenggarakan atas kolaborasi Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender (PUG) KLHK dan The Asia Foundation (TAF), serta ditayangkan dalam akun YouTube Beritabaru.co, Sabtu (8/1)
Menurut Kuswandono, ketika bicara pembangunan untuk kesejahteraan berkelanjutan, sebenarnya sudah tersambung ke konservasi.
“Ketika bicara konservasi, konservasi itu bukan hanya yang melarang, nyambung juga dengan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan,” terangnya.
Kuswandono yang sebelumnya pernah bertugas di Taman Nasional Gunung Ciremai itu mengungkap bahwa lembaga konservasi memiliki tiga (3) prinsip.
Pertama, lanjutnya, perlindungan yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kedua, Pelestarian, yaitu pelestarian keanekaragaman hayati dan terakhir yakni pemanfaatan.
“Dilindungi dan dilestarikan itu untuk apa, tentunya harus kita studi, harus dipelajari agar bisa dimanfaatkan yang secara berkelanjutan tadi,” jelas Kuswandono.
Dalam acara yang dipandu Irfan Adhi Kurniawan itu, Kuswandono menuturkan untuk memanfaatkan kekayaan alam yang ada harus berpijak kepada konservasi yang berkelanjutan.
“Mau kita manfaatkan atau tidak itu sudah ada, tetapi kalau sudah dimanfaatkan kita pijak bermanfaat bagi kita untuk kesejahteraan manusia dan tentunya bermanfaat bagi semua makhluk ciptaan Tuhan sebagai kesatuan ekosistem bumi,” tukas Kuswandono.
Editor: Soprian Ardianto