Sejak 1989 PT PDU Bengkulu Utara Berkonflik dengan Warga

Infonegeri, BENGKULU UTARA – Konflik antara PT. Purnawira Darma Upaya (PDU) dengan warga di Desa Durian Daun, Kecamatan Lais, Bengkulu Utara kembali memuncak Kamis (24/06/2021). Konflik pertam terjadi sejak di tahun 1989, lantaran Hak Guna Usaha (HGU) tidak bisa diperpanjang dan telah ditetapkan berstatus terlantar.

Dilansir instagram kanopihijauindonesia, konflik yang sedang terjadi saat ini sebelumnya sudah berlangsung sejak di tahun 1989, dimana saat perusahaan pertama kali mengokupasi pemukiman dan lahan warga berdasarkan surat HGU untuk ditanami Kakao. Padahal di dalamnya ada banyak warga yang bermukim.

“Konflik terjadi sudah berlangsung sejak tahun 1989 dan ganti rugi lahan tidak pernah tuntas, gantirugipun murah serta intimidasi, kemudian warga terpaksa hanya bisa meredam emosi saat lahannya diambil alih. Tiga kali kesepakatan diputuskan tapi perusahaan selalu melanggarnya.” dikutip dari Instagram kanopihijauindonesia.

Lanjut, peristiwa terjadi konflik tersebut semakin menumpuk, kejadian yang menunjukkan keadilan tidak berpihak pada masyarakat. Akar masalah lahan ini dimulai saat HGU perusahaan terbit di tahun1988. PT PDU mendapat HGU untuk kebun kakao kenyataan di lapangan ditanami sawit.

“Padahal lahan itu sudah ditempati warga untuk kebun, pemukiman dan jalan yang sudah beraspal. Hanya sebagian kecil yang diganti rugi. Tahun 1992, PT PDU ini bangkrut. Padahal masalah ganti rugi belum selesai.”

Kemudian di tahun 2003 PT PDU masuk lagi ke lahan yang 11 tahun ditelantarkan. Dan semuanya kembali dirampas. Padahal lahan tersebut sudah digarap warga lagi untuk menopang kehidupan. Ada yang tanam jengkol, kopi dll. Tahun 2004 tanaman itu diboldoser jadi kebun sawit.

Tahun 2004, dengan berbagai cara, PT PDU kembali dapat menguasai lahan. Tanah digantirugi dengan harga murah dan termasuk dengan menakut-nakuti warga. Karena lahan tempatnya berproduksi diambil paksa, warga kehilangan sumber kehidupan dan warga tertekan.

Tidak itu saja pada 22 Maret 2007, warga menyampaik menyampaikan aspirasi ke DPRD Bengkulu, lalu kemudian disaat itu terdapat ada kesepakatan yang dicapai dengan perusahaan. Semua pihak ikut menyaksikannya termasuk wakil Bupati Bengkulu Utara.

Kesepakatannya, PT PDU harus interventarisasi lahan warga yang belum digantirugi. Prusahaan harus mebangun kebun kas desa seluas 15 hektar di masing-masing desa yang ada dalam klaim konsesinya. Jika itu tidak bisa tercapai, aktifitas di kebun yang berkonflik harus dihentikan sementara.

“Sudah 3 kali kesepakatan serupa terjadi, tiga kali pula perusahaan ingkar. Kesepakatan terakhir bila 31 Desember 2020 belum ada pembaharuan HGU maka lahan perkebunan wajib dikembalikan ke negara. Kenyataan di lapangan, perusahaan terus memanen sawit di lahan berkonflik dengan back up dari aparat kepolisian,”

Kenyataan tersebut tambahnya, dari pihak perusahaan dalam memuluskan memanen sawati dilahan berkonflik dibantu oleh aparat anggota kepolisian Polda Bengkulu, parahnya lagi pihak kepolisian angkat senjata saat mengamankan karyawan perusahaan yang bentrok dengan warga. Intimidasi terhadap warga dengan senpi ini sering dilakukan.

“Keberadaan anggota Polri ini adalah kiriman Wakapolda lewat sebuah surat yang semua biayanya ditanggung perusahaan sawit PT Purnawira Daya Upaya. Tujuannya membantu perusahaan memanen sawit di lahan yang berkonflik. Padahal ada kesepakatan bahwa perusahaan tidak diperbolehkan memanen di lahan berkonflik,” [SA]