Walhi Bengkulu: Pemerintah Catut Kepentingan Rakyat Perubahan Fungsi Hutan

Caption foto: Kawasan Hutan di Kabupaten Bengkulu Tengah (Foto/dok: Soprian Ardianto)
Caption foto: Kawasan Hutan di Kabupaten Bengkulu Tengah (Foto/dok: Soprian Ardianto)

Infonegeri, BENGKULU – Walhi Bengkulu sebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) mencatut atas nama kepetingan rakyat dalam merevisi Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu tahun 2012-2023.

Pemerintah rencana melakukan review Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi Bengkulu tahun 2012-2032 dimana hal ini terintegrasi dengan adanya usulan peruban fungsi dan perubahan status kawasan hutan seluas 122.457,67 hektar.

Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, mengatakan berdasarkan analisis WALHI revisi RTRW tersebut hanya memberikan karpet merah yang sebesar-besarnya kepada investasi untuk mengeksploitasi sumberdaya alam.

“Dengan adanya usulan peruban fungsi dan perubahan status kawasan hutan seluas 122.457,67 hektar hanya mementingkan kepentingan investasi. Hal ini terlihat bagaiamana Pemprov berusaha mengakomodasi kepentingan PLTU Batubara Teluk Sepang, pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata dengan mengabaikan kepentingan rakyat,” katanya Kamis (02/02/2023).

Sebelumnya kawasan hutan Provinsi Bengkulu juga kembali akan direvisi. Rencana ini menjadi kali ke tiga kawasan hutan Bengkulu dilakukan revisi sejak ditetapkannya kawasan hutan bengkulu pada tahun 1985 dengan total luasan 1.157.045 ha.

Revisi pertama dilakukan tahun 1999 dengan pengurangan luasan hingga 236.081 ha sehingga menyisakan 920.964 ha. Revisi kedua dilakukan tahun 2012 adanya penambahan luasan hutan 3.667 sehingga total luasan hutan bengkulu menjadi 924.631. Dan tahun ini kawasan hutan yang direncanakan akan dilakukan revisi seluas 122.448,25 ha terdiri dari Usulan Perubahan peruntukan 61.786,17 ha dan Usulan Perubahan Fungsi 60.671,50 ha.

Sebaran perubahan menurut data Walhi Bengkulu peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Provinsi Bengkulu: Kabupaten Lebong 199,68 ha, Rejang Lebong 1,230.52 ha, Kaur 2.610,87 ha, Bengkulu Selatan 707.71 ha, Seluma 61,925.13 ha, Kepahiang 192.43 ha, Bengkulu Tengah 5,276.57 ha, Bengkulu Utara 37.911.44 ha, Mukomuko 11.897.92 ha, Kota Bengkulu 505.40 ha.

Namun dari hasil analisis spasial yang dilakukan Genesis Bengkulu ditemukan adanya kepentingan penghapusan dosa 7 perusahaan perkebunan skala besar dan juga memuluskan hasrat 6 perusahaan untuk menambang didalam kawasan hutan.

“Berdasarkan hasil analisis spasial yang kami lakukan dengan overleping konsesi izin HGU 2016 dan konsesi IUP 2013 hingga 2022. Kami menemukan adanya kepentingan penghapusan dosa 7 perusahaan perkebunan skala besar karena telah melakukan aktifitas perkebunan didalam kawasan hutan dan juga memuluskan hasrat  6 perusahaan pertambangan didalam kawasan hutan,” jelas Direktur Genesis, Egi Saputra.

Dalam kawasan hutan tersebut lanjutnya, PT. Agromuko (HPT Air Majunto dan HPK Air majunto), PT. Daria Dharma Pratama (TWA Seblat, HPT Air Ipuh I dan II),  PT. Alno Agro Utama (HPT Air Ipuh I dan HPT Lebong Kandis), PT. Sandabi Indah Lestari (HPK Air Bintunan), PT. Agri Andalas (CA Pasar Talo), PT. Laras Prima Sakti (TB Semidang Bukit Kabu) dan PT. Jetropa Solution (HPT Bukit Rambang) yang merupakan perusahaan perkebunan.

Kemudian perusahaan pertambangan antara lain PT. Inmas Abadi (TWA Seblat), PT. Faminglevto Bati Abadi (CA Pasar Seluma), PT. Belindo Inti Alam (CA Pasar Talo) , PT. Bara Indah Lestari (HPT Bukit Badas, PT. bumi Arya Syam & Syah Resources (HPT Bukit Badas), PT. Energi Swa Dinamika Muda (HL Bukit Sanggul) dan PT. Prisai Prima Putra (HL Bukit Sanggul dan HL Raja Mandara).

Kawasan Rawan Bencana Dihilangkan

Mirisnya Kawasan Rawan Bencana justru dihilangkan dalam Ranperda RTRW 2023-2043. Hal ini tentu saja sangat kontradiktif dan tidak mempertimbangkan Provinsi Bengkulu sebagai kawasan rawan bencana. Apalagi Bengkulu telah ditetapkan oleh BNPB sebagai salah satu wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap bencana.

Inisiator PB LBH Bengkulu Delvi Indriadi, SH., mengungkapkan didalam materi muatan draft Rencana Tata Ruang Provinsi Bengkulu belum mengakomodasi tentang Kebencanaan sebagai mana yang telah diatur didalam UU 24 tahun 2007, Peraturan Kepala BNPB No 02 Tahun 2012 tentang BNPB dan Perda No 03 tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bengkulu.

“Seharusnya dokumen kajian risiko daerah menjadi referensi oleh pemerintah untuk rencana pembangunan sehingga perencanaan pembangunan bersfektif pengurangan risiko bencana. Wilayah pesisir pantai barat Sumatera yang memiliki sumber ancaman dari gempa tektonik, ada megatrush salah satu kawasan pesisir Bengkulu, Sumatera Barat dan sekitarnya termasuk dalam wilayah potensi tsunami sehingga Bengkulu ditetapkan Zona Merah Bencana Seharusnya muatan yang sangat penting seperi ini tidak seharusnya dilupakan,” kata Delvi.

Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Provinsi Bengkulu

Caption: Tabel WALHI Bengkulu, 2023
Caption: Tabel WALHI Bengkulu, 2023

Kejadian bencana yang rutin terjadi di Provinsi Bengkulu juga sangat erat kaitannya dengan perubahan musim yang ekstrim, dan peningkatan suhu bumi akibat perubahan iklim. Sebenarnya hal ini dapat diminimalisasi jika pembangunan dan kehidupan disesuaikan dengan penataan ruang yang salah satunya dengan cara memaksimalkan fungsi kawasan lindung seperti hutan lindung, cagar alam, sepadan sungan dan sepadan pantai.

Namun upaya tersebut tidak tercermin dalam Ranperda RTRW 2023-2043 dimana seharusnya status fungsi hutan lindung harus dilindungi dari ancaman ekstraktif pertambangan dan perkebunan skala besar, dimana  ternyata kawasan hutan lindung dirubah menjadi pasal tunggal. Berdasarkan SK 784 Tahun 2012 menyatakan Hutan Lindung Provinsi Bengkulu mempunyai luas 257.548,57 hektar. Seharusnya dengan tegas dijelaskan pada dokumen Ranperda nama-nama fungsi kawasan hutan lindung yang tersebar di Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, Bengkulu Utara.

Obral Kawasan Budidaya

Kemudian pertanyaan yang kembali muncul diantaranya pada kawasan pertambangan yang di alokasikan  kurang lebih seluas 186 ribu hektar. Berdasakan data Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif pada tahun 2022, diketahui  luas total  IUP di Provinsi Bengkulu hanya 80 ribu hektar dengan pemegang izin sebanyak 50 perusahaan.  Ini artinya seluas kurang lebih 100 ribu hektar  akan diobral oleh pemerintah untuk perluasan investasi pertambangan di Provinsi Bengkulu.

Selanjutnya peruntukan kawasan perikanan mendapatkan alokasi paling banyak kurang lebih seluas 1.461,475,72 hektar yang wajib  memprioritaskan wilayah tangkap nelayan di laut. Apalagi Pasal 37 di Ranperda RTRW Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa Kawasan Pencadangan Konservasi di laut dengan luas 22.954,30 ha di Mukomuko, Kaur dan Kota Bengkulu.

Rencana Pola Ruang Provinsi Bengkulu 

Sumber : Ranperda RTRW Provinsi Bengkulu 2022-2043 (data diolah)
Sumber : Ranperda RTRW Provinsi Bengkulu 2022-2043 (data diolah)

Disisi kepentingan politik, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian mengungkapkan,bahwa obral kawasan budidaya ini memiliki relasi kuat dengan dengan Pemilu 2024.

“Pelepasan kawasan hutan yang dilakukan baik melalui revisi tata ruang maupun dengan penggunaan Pasal 110A dan Pasal 110B  PERPU Cipta Kerja, akan dimamfaatkan oleh koorporat ataupun elit politik untuk bisa saling mendapatkan keuntungan. Untuk kooporasi bisa lepas dari hukuman atas pelanggaran yang  selama ini dilakukan dan bisa mengekstraksi  dengan aman dan nyaman, kemudian elit politik juga  berpeluang mendapatkan ongkos politik untuk Pemilu 2024,” sampainya.

Proses revisi ini sudah dimulai dari Pandemi Covid 19 dengan memfaatkan momentum telah disahkannya UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Walaupun sudah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat, proses di daerah justru sangat dipermudah dan mengiterintegrasikan ruang pesisir dan laut untuk masuk ke dalam proses review tata ruang yang sedang berlangsung.

Atas dasar analisis mendalam yang telah disampaikan, maka WALHI Bengkulu mendesak untuk:

  1. Segera menunda review Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu 2012-2032 dengan menerapkan prinsip kehati – hatian dan memprioritaskan pelibatan masyarakat.
  2. Hentikan proses usulan perubahan fungsi dan perubahan status kawasan hutan seluas 122.011 hektar yang cenderung hanya mementingkan investasi.
  3. Memastikan pengakuan Wilayah Kelola Rakyat dalam kawasan hutan.
  4. Meminta KPK RI untuk turut mengawasi proses Review Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu 2012-2032 dan usulan Perubahan Fungsi dan Perubahan Status Kawasan Hutan seluas 122.011 hektar yang diduga menjadi ajang transaksi politik menjelang  Pemilu 2024.

Reporter | Soprian Ardianto