’11 Triliun’ Dibalik Tambang Emas Bukit Sanggul Seluma

Caption foto: Peta Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma (Foto/dok)
Caption foto: Peta Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma (Foto/dok)

Infonegeri, BENGKULU – Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma, diturunkan fungsi menjadi Hutan Produksi (HP) seluas 19.223,73 hektare (ha), berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SK.533/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023 melalui usulan Gubernur Bengkulu.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seluma sebelumnya tak butuh waktu yang panjang melalui revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan 4 Surat Gubernur Bengkulu No: 522/011/DLHK/2019, No: 522/738/DLHK/2019, No: 522/328/DLHK/2020, No: 522/953/DLHK/2021 telah mengusulkan 60.927,384 ha perubahan funsi hutan.

Dari luasan 60.927,384 ha yang diusulan ke KLHK, seluas 19.223,73 ha HL Bukit Sanggul menjadi HP yang diperuntukkan bukan untuk kepentingan masyarakat sipil sekitar, sebab penurunan status fungsi HL Bukit Sanggul ini merujuk pada dua izin usaha pertambangan (IUP) emas, PT Energi Swa Dinamika Mandiri dan PT Perisai Prima Utama.

Area usulan di Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma dikabarkan sekitar 11.841 ha-nya masuk konsesi tambang emas PT Energi Swa Dinamika Mandiri dan 2.818 ha-nya dikuasai oleh PT Perisai Prima Utama, perusahaan milik mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Golongan Karya (Golkar) Setya Novanto, diduga ada main mata dalam prosesnya.

Terlebih, total investasi yang akan dicairkan 2 perusahaan ini tak main-main, sekitar Rp 11 triliun. Kabarnya bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyiapkan proyek jalan aspal, yang sebelumnya berupa tanah dan bebatuan, untuk menuju wilayah tersebut. Sedihnya, masyarakat sekitar mengira proyek jalan ini bukan untuk kepentingan investasi.

Dilansir dari betahita.id, Kepala Desa Giri Nanto, Zalmanto, mengatakan, sepekan usai Presiden Jokowi datang ke Bengkulu, ia mendapat kabar akan dibangunkan jalan ke Desanya di Ulu Talo. Maklum sudah berpuluh tahun, entah itu orang, motor atau mobil terbiasa dipaksa merangkak untuk sekadar keluar dari desa kami.

Dibalik kabar jalan mulus, Zalmanto, mengaku khawatir. Dan sejak ditunjuk jadi kepala desa, ia belum pernah mendapat informasi soal rencana perubahan status hutan di belakang kampungnya. Begitu pula soal tambang emas. “Jangan-jangan jalan kami yang akan dipakai buat tambang. Kami tidak sudi,” keluhnya, dilansir, Senin (11/09).

Disisi lain, Direktur Genesis Bengkulu, Egi Ade Saputra, menyebut, rencana pembukaan tambang emas di Bukit Sanggul adalah ancaman besar yang akan menghantam lebih dari 80 desa di wilayah Kabupaten Seluma. Tak kurang dari 4.000 hektare sawah tradisional warga akan terancam kekeringan, keracunan besi, dan lainnya.

Belum lagi soal ancaman potensi longsor. “Bukit Sanggul adalah rumah mata sungai dari 10 sungai besar yang membentuk 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya DAS Kungkai, DAS Seluma, DAS Talo, DAS Alas, DAS Maras, DAS Selali dan DAS Pino. Merusak kawasan ini, itu artinya sama saja kita sedang menambang bencana,” kata Egi.

Diakui Egi, praktik culas perubahan hutan itu mengumbar sejak sebelum 2019 lalu. Sejumlah organisasi sipil di Bengkulu sudah melakukan kampanye dan upaya protes. Namun sialnya, pandemi Covid-19, membuat beberapa akses informasi soal keberlanjutan rencana itu ikut terkunci, hingga kemudian muncul lagi di tahun 2022.

Awalnya beberapa ribu hektare, rupanya sudah membengkak menjadi ratusan ribu hektare. “Kami baru dapat informasi lagi setelah dua tahun. Dan angkanya mengejutkan. Di lain sisi, karena sempat terhenti beraktivitas, banyak lembaga juga sudah tak berkolaborasi lagi. Jadi kesannya memang seperti kejebolan, padahal tidak,” kata Egi. [SA]