Kecaman Berdatangan, Buntut Pembekuan BEM FH Unib, DPRD: Kecelakaan Sejarah

Caption foto: Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring (Foto/dok: Soprian Ardianto)
Caption foto: Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring (Foto/dok: Soprian Ardianto)

Infonegeri, BENGKULU – Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (Unib) tentang pembekuan kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Unib Periode 2021-2022 merupakan Kecelakaan Sejarah Unib.

Hal itulah yang disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, dirinya mengatakan yang dilakukan Fakultas Hukum Unib adalah sebuah kecelakaan sejarah sejak Fakultas Hukum terbentuk.

“Ini kecelakaan sejarah terburuk Unib, sejak Fakultas Hukum Unib terbentuk, baru kali BEM Fakultas Hukum Unib dibekukan.” ungkap Usin saat menerima Audiensi Mahasiswa yang tergabung di BEM Fakultas Hukum Unib, Senin (1708/2021).

Ketua DPD Partai Hanura Provinsi ini juga menyebutkan melihat dan mendengar dari kronologi pembekuan BEM Fakultas Hukum Unib yang dilakukan pihak Fakultas tidak seharusnya dilakukan.

“Kalau kita lihat dari kronologi dengan divonisnya dengan pembekuan BEM Fakultas Hukum Unib yang telah dilakukan Fakultas, saya (Usin, red) bilang ini bukan demokratis, ini fasis,” jelas Usin.

Sebelumnya kecamatan datang dari, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu melalui Ketua Bidang Perguruan tinggi kemahasiswaan dan pemuda (PTKP) HMI Cabang Bengkulu, Agung, memberikan sikap terhadapa peristiwa tersebut.

Dengan hal ini kami pengurus HMI Cabang Bengkulu mengeluarkan sikap sebagai berikut: Pertama Mengajak seluruh ORMAWA selingkup Unib untuk ikut menyikapi terkait pembekuan BEM FH UNIB dengan SK Nomor: 3098/UN30.8/HK/2021

Kedua Mengajak seluruh BEM selingkup Provinsi Bengkulu untuk terlibat aktif dalam menyikapi pembekuan BEM FH UNIB. Ketiga Kami mengajak seluruh OKP dan Cipayung Plus yang ada dilingkup Provinsi Bengkulu untuk merespon dan menyatakan sikap mengenai peristiwa tersebut.

Selanjutnya yang keempat, meminta Dekan Fakultas Hukum Unib untuk dapat menyediakan ruang titik temu antar pihak Dekanat dengan BEM FH Unib dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi.

Kelima meminta Dekan untuk segera mecabut SK pembekuan BEM FH Periode 2021-2022. Dan kelima meminta Rektor Unib untuk membentuk tim analisis fakta tentang mekanisme dan substansi pembekuan BEM FH Unib.

Kecaman juga datang dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Bengkulu mengecam keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (Unib) yang membekukan kelembagaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Unib.

Wakil Ketua DPD KNPI Provinsi Bengkulu Bidang Penelitian, Pengembangan dan Kajian Strategis M Yudha Iasa Ferrandy menilai Surat Keputusan (SK) nomor 3098/UN30.8/HK/2021 tentang pembekuan BEM Fakultas Hukum Unib cacat administrasi.

Sebab, kata Yudha, SK yang ditandatangani Dekan Fakultas Hukum Unib Amancik itu diterbitkan dua kali dengan nomor surat yang sama, namun dengan kalimat berbeda.

Yudha mempertanyakan mekanisme pembinaan yang dilakukan pihak fakultas terhadap BEM yang menjadi salah satu poin pada bagian memperhatikan dalam SK pembekuan tersebut.

“Bila mekanisme pembinaan organisasi BEM FH telah dilakukan tolong dibuktikan pada lampiran SK atau dalam bentuk apapun. Bila memang ujuk-ujuk dilakukan pembekuan, maka Dekan dan jajaran FH Unib telah merugikan nama baik FH Unib itu sendiri,” kata Yudha dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis.

Mantan Ketua Umum HMI Cabang Bengkulu itu menyayangkan adanya pernyataan didalam SK pembekuan tersebut bahwa apa yang telah dilakukan BEM Fakultas Hukum Unib tidak sesuai aturan, etika dan merugikan.

“Pertanyaan ini harus dijawab sebagai bentuk pertanggung jawaban fakultas yang telah
mengeluarkan SK Pembekuan kepada BEM. Jadi menjawab pertanyaan ini bukanlah sebuah pilihan yang mengharuskan memilih dijawab atau didiamkan, tetapi merupakan sebuah konsekuensi dari jabatan. Bila tidak sanggup, jangan menjabat,” ucap Yudha menegaskan.

Sementara itu, Sekretaris DPD KNPI Provinsi Bengkulu Carminanda, M.Pd menilai keputusan yang dikeluarkan Dekan Fakultas Hukum tersebut terlalu berlebihan dan telah mengkebiri semangat berpikir mahasiswa.

Apalagi, pembekuan tersebut dilatarbelakangi kritik yang disampaikan pengurus BEM Fakultas Hukum Unib terkait sejumlah persoalan di fakultas.

Menurut Nanda, masih banyak cara-cara lain yang seharusnya bisa dilakukan Dekan selain membekukan BEM Fakultas Hukum secara kelembagaan.

Keputusan pembekuan tersebut menunjukkan ketidakmampuan Dekan dalam memanajemen konflik ditubuh mahasiswa. Padahal, keberadaan BEM seharusnya menjadi mitra fakultas, bukan malah sebaliknya.

Nanda mengatakan, jika menurut Dekan ditemukan persoalan ditubuh BEM, maka seharusnya persoalan itu yang diselesaikan, bukan malah lembaganya yang dibekukan.

“Kalau Dekan menemukan ada ketidaksesuaian antara pengurus BEM dengan fakultas maka seharusnya pengurusnya yang dievaluasi, bukan malah lembaganya yang dibekukan. Kalau lembaganya yang dibekukan artinya dekan juga sekaligus menutup ruang-ruang pembelajaran, membungkam kritik dan kebebasan berekspresi,” kata Nanda.

“KNPI menentang segala upaya pembungkaman terhadap kritik. Apalagi gaya-gaya kepemimpinan otoriter yang mengkesampingkan dialog, gaya-gaya feodalis seperti ini sudah seharusnya sirna karena tidak layak diwarisi,” kata Nanda menegaskan.

KNPI Provinsi Bengkulu, kata Nanda, meminta Dekan Fakultas Hukum Unib mempertimbangkan kembali keputusan pembekuan BEM Fakultas Hukum Unib, mengingat BEM merupakan wadah berkreatifitas yang telah banyak berkontribusi melahirkan pemikiran kritis baik untuk internal kampus, daerah dan negara.

Apalagi, kata Nanda, pada situasi pandemi COVID-19 seperti saat ini, dibutuhkan pemikiran kritis dan tindakan nyata dari mahasiswa dan pemuda sebagai dukungan terhadap upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan virus corona jenis baru, termasuk pemikiran untuk kembali menstabilkan perekonomian.

Disisi lain, KNPI Provinsi Bengkulu juga meminta mahasiswa sebagai agen perubahan dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran harus dengan cara-cara yang elegan.

“Boleh saja BEM dibekukan tetapi pikiran kritis tidak bisa dibekukan. Pergolakan mahasiswa hari ini tentu berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Karena itu cara-cara menyampaikan pendapat dan pikiran pun juga harus dengan cara-cara yang baru, tidak bisa dengan cara-cara lama,” demikian Nanda [Soprian]