Kilas Talo ‘Tsa-lu’ di Masa Lalu

Cption foto: Penasehat Hukum JMSI Bengkulu, Benny Hakim Benardie, (foto/dok: fb @Benny Bernadie)
Cption foto: Penasehat Hukum JMSI Bengkulu, Benny Hakim Benardie, (foto/dok: fb @Benny Bernadie)

Provinsi Bengkulu yang terletak dibagian barat Pulau Sumatera Indonesia, banyak menyimpan kisah masa lalu yang berserak dan belum seluruhnya terhimpun. Seperti cerita Negeri Talo (Tsa-lu) yang kini bagian wilayah Kabupaten Seluma.

Dari beberapa catatan yang terhimpun, Negeri Tsa-Lu yang kini disebut Talo, pertama kali didirikan oleh penduduk Pa-U (Pauh) pada Tahun 875 Masehi. Penduduk mengungsi dari negerinya, Pa-U’ akibat berjangkitnya wabah cacar ganas.

Mereka hijrah dan membangun kembali sebuah negeri kearah Selatan Provinsi Bengkulu yang kini menjadi Kabupaten Seluma. Negeri ini mereka sebut dengan kata Tsa-Lu yang dalam bahasa China berarti tiga sungai. Namun kata Talo dapat juga berarti lantai yang lebar (Luas).

Negeri Pa-U’ yang dimaksu Pauh itu berada di wilayah utara Provinsi Bengkulu. Negeri Pa-U’ disebut “Negeri ditutupi sebuah pulau”. Negeri dibelakang sebuah pulau yang banyak disinggahi kapal-kapal layar (Perahu layar) berasal dari berbagai negeri.

Perdagangannya sangat maju, dengan menggunakan alat tukar emas yang tidak saja dilakukan oleh etnis China, tetapi juga dari Maladewa (Srilangka) dan Bangsa Arab yang umumnya pedagang emas. Sedangkan penduduk etnis China umumnya sebagai petani, pendulang emas dan batu mulia.

Dalam naskah klasik “Menapak di Bumi Bhuddha”, karya seorang bhikshu asal Siam (Thailand) bernama Kim Tsampaan, pernah mengunjungi Negeri Tsa-Lu ini  pada Tahun 1342 Masehi menyebutkan, saat perahu-perahu penduduk Pa-U berlabuh di Tsa-Lu, mereka menemukan sebuah Telaga (Kolam) yang airnya sangat jernih. Air itu ternyata dapat menyembuhkan penyakit cacar. Kolam inilah tampaknya yang menyebabkan pengungsi Pa-U itu memutuskan untuk menetap dan membangun Tsa-Lu atau Talo.

BACA JUGA: Sejarah Tsa-Lu (Talo) Abad ke-IX Hingga ke-XI M (875 -1013 M) Pusat Industri Kapal

Negeri Tsa-Lu kala itu, seperti yang sempat penulis kemukakan dalam beberapa tulisan, pernah mengalami masa kejayaan pada Tahun 940 Masehi. Negeri ini perna menjadi pusat industri kapal layar (Pinisi) dan perdagangan rempah yang sangat dikenal di dunia Arab, yaitu Adas manis dan Fanile.

Oleh karena itu, negeri ini sejak Abad ke-X Masehi peradabannya sudah maju dan sudah mengenal sutra. Mereka juga mengerjakan sendiri pembuatan kain tenun yang dikenal dengan Tenun Tsa-Lu.

Peradaban Maju

Banyak yang dapat diungkapkan sejak awal berdirinya Negeri Tsa-lu atau Talo pada Tahun 875 Masehi, aktifitas perdagangan, Industri Kapal Layar (Pinisi), hingga budaya masyarakat mendirikan Kuil Chia Huwn (Chia Hun) pada Tahun 877 Masehi. Termasuk  Kuil Hu Men-t di kaki Gunung Dempo pada Li Pai San (Hari Rabu) Pa-Kaw-Ciu (899 M).

Negeri Tsa-Lu kala itu, merupakan satu-satunya negeri yang paling maju di pesisir bagian barat Pulau Sumatera pada Abad ke-X. Selain masyarakatnya telah mengenal sutra, mereka juga memiliki industri seni kerajinan ukiran (Pemahatan batu dan kayu). Corak yang ditampilkan umumnya masih berbentuk candi, wihara klasik, bunga teratai, burung bangau, binatang rusa dan dewa-dewa (Penguasa alam gaib) seperti Dewi Kwan-Im (Dewi Sri) dan ukiran harimau dalam bentuk ukiran batu.

Dalam bidang pertanian, Tsa-Lu dikenal sebagai penghasil Adas manis dan Fanile berkualitas terbaik, dan sangat disenangi oleh pedagang asing, terutama dari Timur Tengah. Termasuk penghasil makanan-makanan yang digemari para pelaut seperti umbut rotan, madu lebah, pringgi atau buah labu dan ternak.

Pada abad ke-XI Tahun 1013 Masehi, komunitas Pa-U kembali ke tanah leluhur yang telah lama ditinggalkan nenek moyang mereka yaitu Bengkulu. Tidak ada catatan alasan perpindahan mereka. Sejak itu, Negeri Bengkulu mengambil alih perdagangan.

Kata “Bengkulu” itu sendiri diambil dari bahasa Hyunan klasik (China daratan) yang diadopsi kedalam Bahasa Malayu. Kata Bengkulu terdiri dari dua suku kata, yaitu Bengku dan Lu. Bengku berarti batang atau pohon, kata Lu berarti Air. Orang Bengkulu menyebut sungai dengan sebutan Batang Air yang diambil dari Bahasa India klasik (Sansekerta) yaitu kata Chandra-Bhaga.

Dalam kamus “Logat Malayu” yang disusun oleh D.IKEN dan E. HARAHAP Tahun 1916 disebutkan, kata bengku berarti pohon, batang. Dalam Bahasa Bengkulu kota, kata Bengku juga berarti batang.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis W.J.S Poerwadarminta, kata Bengku berarti pohon. Pohon yang banyak getahnya dan buahnya dibuat minyak, Ganua Motleyana Pierre.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1996, kata Bengku juga berarti Pohon. Selain itu Bahasa China juga banyak di adopsi kedalam bahasa daerah di Provinsi Bengkulu, seperti kata mata uang Chien Ma (Numismatic)  yang ditemukan di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, berangka Tahun 421 Masehi, yang berubah menjadi Monce, Tanci, Caci yang artinya uang.

Oleh: Benny Hakim Benardie, Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu