Lawatan ke Gubernur, LIRA Sampaikan Kondisi Memanas di Tiga Desa Penyangga PT Pamor Ganda

Infonegeri, BENGKULU – Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Bengkulu kembali lawatan ke Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah perihal konflik Agraria antara PT. Pamor Ganda dengan masyarakat di 3 Desa Penyangga.

Dalam lawatannya Dewan Pimpinan Daerah (DPD-LIRA) Provinsi Bengkulu sebagai pendamping 3 desa penyangga mempertanyakan hak dan kewajiban PT. Pamor Ganda terhadap masyarakat.

Sekretaris LIRA Provinsi Bengkulu, Aurego Jaya mewakili 3 Desa yakni: Desa Lubuk Mindai, Desa Talang Baru, dan Desa Pasar Ketahun kembali meminta bantuan kepada Pemerintah terkhusus kepada Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) agar konflik ini tidak berlarut.

“Ini adalah momen yang tepat mencari solusi yang solutif agar masyarakat kita di Provinsi Bengkulu khususnya 3 Desa penyangga ini tidak terjadi pertumpahan darah antara Masyarakat dengan PT. Pamorganda. Dan ini yang tidak kami inginkan.” ungkap Aurego, Rabu (22/06).

LIRA dalam tahun-tahun ini telah melakukan proses pertemanan terhadap masyarakat di 3 Desa penyangga agar konflik agraria ini tidak terjadi, dengan melakukan langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan persoalan yang ada, mulai dari tingkat pemerintah Kabupaten hingga ke Kementerian.

“Selama hampir satu tahun lebih LIRA telah melakukan proses pertemanan kepada masyarakat disekitar 3 Desa Penyangga agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan ditengah masyarakat. Kenapa hari ini kami masih tetap hadir meminta kembali pertolongan kepada pemerintah agar konflik ini segera berakhir,” jelas Aurego.

Aurego juga menyampaikan kondisi terkini yang terjadi di 3 Desa penyangga bahwa masyarakat amarahnya sudah tak terbendung lagi dimana masyarakat akan mengambil langkah dengan cara-cara potong kompas.

“Kami kembali Pak (Gubernur Bengkulu) menyampaikan bahwa kondisi terkini di 3 Desa penyangga semakin memanas. Kami dari LIRA sudah 1 tahun meredam konflik ini. Akan tetapi kondisi terkini masyarakat kembali mengasah parangnya dan kami berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,”

Aurego juga menyampaikan dengan terbentuk GTRA yang diharapkan Presiden Joko Widodo agar konflik agraria di Indonesia dapat diselesaikan melalui GTRA, malah sebaliknya di Bengkulu sangat mengecewakan karena Ketua Harian GTRA terlihat melakukan pembiaran atas konflik Agraria ini.

“Pada tanggal 27 bulan ini akan dilaksanakan replanting di PT. Pamorganda sementara tuntutan masyarakat yang sudah bertahun-tahun belum terpenuhi. Maka kami bersama 3 Desa penyangga berharap kepada Ketua Harian GTRA yakni BPN segera melakukan langkah-langkah kongkrit, dimana memang sebelumnya BPN hingga hari ini terasa melakukan pembiaran hingga pertumpahan darah terjadi.” tegas Aurego.

Kembali kepada hak dan kewajiban PT Pamorganda tertuang dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan akan tetapi sebaliknya.

Menanggapi tuntutan dari tiga desa penyangga berdasarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11, Gubernur Rohidin Mersyah akan melakukan langkah-langkah yang tegas perihal dengan segera menyurati Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Utara.

“Menindaklanjuti keluhan masyarakat yang disampaikan melalu LIRA, kita (Pemerintah) akan menyurati yang ditujukan kepada BPN Kabupaten Bengkulu Utara, PT. Pamorganda dan Bupati Bengkulu Utara,” ungkap Gubernur Rohidin Mersyah atas keluhan masyarakat.

Dengan keluhan masyarakat yang disampaikan LIRA, Pertama Gubernur: minta kepada BPN dan Pemda Bengkulu Utara serta pihak PT. Pamorganda untuk membuka daftar nama-nama penerima plasma untuk HGU 16, 28 dan 29 yang tertuang berdasarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11.

Kemudian yang kedua: untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebelum data dibuka secara terang-terangan terkait masyarakat maka kegiatan replanting PT. Pamorganda sebelum ada sinkronisasi data plasma sebagaimana yang dipertanyakan masyarakat itu agar ditunda.

Sekilas tentang Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

Reforma agraria secara eksplisit diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024, mencakup:

(a) penyediaan sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), termasuk melalui pelepasan kawasan hutan. (b) pelaksanaan redistribusi tanah, termasuk untuk pengembangan kawasan transmigrasi. (c) pemberian sertifikat tanah (legalisasi). (d) pemberdayaan masyarakat penerima TORA.

Sebagai manifestasi dari kelembagaan reforma agraria yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, telah terbentuk kelembagaan GTRA pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga di pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Di tingkat pusat, dibentuk Tim GTRA Pusat yang beranggotakan Kementerian/Lembaga yang berkaitan dengan Reforma Agraria Beberapa diantaranya: Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian/Lembaga lainnya.

Di tingkat provinsi, dibentuk Tim GTRA Provinsi yang diketuai oleh Gubernur. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Ketua Tim Pelaksana Harian melakukan tugas harian bersama dinas-dinas terkait di tingkat Provinsi, seperti Dinas Pertanahan, Dinas Pertanian, dan lain-lain.

Pada tingkat kabupaten/kota, turut dibentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati. Bersama Bupati, Kepala Kantor Pertanahan beserta Organisasi Perangkat Daerah terkait melakukan koordinasi dalam rangka melaksanakan Reforma Agraria yang berkelanjutan. Dengan adanya Gugus Tugas Reforma Agraria di setiap tingkatan wilayah akan mempermudah koordinasi, eksekusi serta penyelesaian setiap hambatan yang ditemui.

GTRA bertujuan untuk mewujudkan dan mengoperasionalkan kelembagaan payung penopang Program Reforma Agraria agar secara efektif mampu mendorong percepatan pencapaian target-target nasional, baik yang terkait dengan penataan aset/asset reform (legalisasi dan redistribusi lahan), maupun penataan akses/access reform (pemberdayaan masyarakat dan peningkatan produktivitas tanah).

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian ATR/BPN dalam hal ini tidak dapat berjalan sendiri. Diperlukan adanya sinergi dan komitmen kuat bersama dari seluruh anggota GTRA untuk berkontribusi demi mewujudkan cita-cita reforma agraria. [SA]