Pembagian Plasma PT Pamor Ganda Tak Jelas, Gubernur Bengkulu Ambil Langkah

Caption foto: Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pada saat usai menerima lawatan Masyarakat 3 Desa Penyangga PT. Pamor Ganda. (Dok/Soprian Ardianto)

Infonegeri, BENGKULU – Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah menanggapi tuntutan dari tiga desa penyangga yakni: Desa Lubuk Mindai, Desa Talang Baru, dan Desa Pasar Ketahun dengan PT. Pamor Ganda berdasarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11, akan melakukan langkah-langkah yang kongkrit.

“Menindaklanjuti keluhan masyarakat yang disampaikan melalu LIRA, kita (Pemerintah) akan menyurati yang ditujukan kepada BPN Kabupaten Bengkulu Utara, PT. Pamorganda dan Bupati Bengkulu Utara,” ungkap Gubernur Rohidin Mersyah saat menerima lawatan LIRA Bengkulu dan 3 Desa Penyangga PT. Pamor Ganda, Rabu (22/06) yang lalu.

Dengan keluhan masyarakat yang disampaikan LIRA, Pertama Gubernur Bengkulu akan meminta kepada BPN dan Pemda Bengkulu Utara serta pihak PT. Pamor Ganda untuk membuka daftar nama-nama penerima plasma untuk HGU 16, 28 dan 29 yang tertuang berdasarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11.

Kemudian yang kedua: untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebelum data dibuka secara terang-terangan terkait masyarakat maka kegiatan replanting PT. Pamorganda sebelum ada sinkronisasi data plasma sebagaimana yang dipertanyakan masyarakat itu agar ditunda.

Dilansir sebelumnya, Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Provinsi Bengkulu kembali ketiga kalinya melawat ke Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah perihal konflik Agraria antara PT. Pamor Ganda dengan masyarakat di 3 Desa Penyangga.

Dalam lawatannya Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD-LIRA) Provinsi Bengkulu melalui Aurego Jaya sebagai pendamping 3 desa mempertanyakan hak dan kewajiban PT. Pamor Ganda terhadap masyarakat.

“Ini adalah momen yang tepat mencari solusi yang solutif agar masyarakat kita di Provinsi Bengkulu khususnya 3 Desa penyangga ini tidak terjadi pertumpahan darah antara Masyarakat dengan PT. Pamorganda. Dan ini yang tidak kami inginkan.” ungkap Aurego.

LIRA dalam tahun-tahun ini telah melakukan proses pertemanan terhadap masyarakat di 3 Desa penyangga agar konflik agraria ini tidak berkepanjangan, dengan melakukan langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan persoalan yang ada.

“Selama hampir satu tahun lebih LIRA telah melakukan proses pertemanan kepada masyarakat disekitar 3 Desa Penyangga agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan ditengah masyarakat. Kenapa hari ini kami masih tetap hadir meminta kembali pertolongan kepada pemerintah agar konflik ini segera berakhir,” jelas Aurego.

Aurego juga menyampaikan kondisi terkini yang terjadi di 3 Desa penyangga kepada Gubernur Bengkulu yang juga merupakan Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) bahwa masyarakat amarahnya sudah tak terbendung lagi dimana masyarakat akan mengambil langkah dengan cara-cara potong kompas.

“Kami kembali Pak (Gubernur Bengkulu) yang juga sebagai Ketua GTRA menyampaikan bahwa kondisi terkini di 3 Desa penyangga semakin memanas. Kami dari LIRA sudah 1 tahun meredam konflik ini. Akan tetapi kondisi terkini masyarakat kembali mengasah parangnya dan kami berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,”

Aurego juga menyampaikan dengan terbentuk GTRA yang diharapkan Presiden Joko Widodo agar konflik agraria di Indonesia dapat diselesaikan melalui GTRA, malah sebaliknya di Bengkulu sangat mengecewakan karena Ketua Harian GTRA terlihat melakukan pembiaran atas konflik Agraria ini.

“Pada tanggal 27 bulan ini akan dilaksanakan replanting di PT. Pamorganda sementara tuntutan masyarakat yang sudah bertahun-tahun belum terpenuhi. Maka kami bersama 3 Desa berharap kepada Ketua Harian GTRA yakni BPN segera melakukan langkah-langkah kongkrit, dimana memang sebelumnya BPN hingga hari ini terasa melakukan pembiaran hingga hingga konflik hari ini terus terjadi.” tegas Aurego.

Sekilas tentang tugas Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

Reforma agraria secara eksplisit diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024, mencakup:

(a) penyediaan sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), termasuk melalui pelepasan kawasan hutan. (b) pelaksanaan redistribusi tanah, termasuk untuk pengembangan kawasan transmigrasi. (c) pemberian sertifikat tanah (legalisasi). (d) pemberdayaan masyarakat penerima TORA.

Sebagai manifestasi dari kelembagaan reforma agraria yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, telah terbentuk kelembagaan GTRA pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga di pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Di tingkat pusat, dibentuk Tim GTRA Pusat yang beranggotakan Kementerian/Lembaga yang berkaitan dengan Reforma Agraria Beberapa diantaranya: Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian/Lembaga lainnya.

Di tingkat provinsi, dibentuk Tim GTRA Provinsi yang diketuai oleh Gubernur. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Ketua Tim Pelaksana Harian melakukan tugas harian bersama dinas-dinas terkait di tingkat Provinsi, seperti Dinas Pertanahan, Dinas Pertanian, dan lain-lain.

Pada tingkat kabupaten/kota, turut dibentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati. Bersama Bupati, Kepala Kantor Pertanahan beserta Organisasi Perangkat Daerah terkait melakukan koordinasi dalam rangka melaksanakan Reforma Agraria yang berkelanjutan. Dengan adanya Gugus Tugas Reforma Agraria di setiap tingkatan wilayah akan mempermudah koordinasi, eksekusi serta penyelesaian setiap hambatan yang ditemui.

GTRA bertujuan untuk mewujudkan dan mengoperasionalkan kelembagaan payung penopang Program Reforma Agraria agar secara efektif mampu mendorong percepatan pencapaian target-target nasional, baik yang terkait dengan penataan aset/asset reform (legalisasi dan redistribusi lahan), maupun penataan akses/access reform (pemberdayaan masyarakat dan peningkatan produktivitas tanah).

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian ATR/BPN dalam hal ini tidak dapat berjalan sendiri. Diperlukan adanya sinergi dan komitmen kuat bersama dari seluruh anggota GTRA untuk berkontribusi demi mewujudkan cita-cita reforma agraria. [SA]