Perempuan Adat Malawi Sebut RUU MHA Dapat Lindungi Lahan Adat dari Pihak Perusahaan

Caption: Perempuan Adat Malawi Kalimantan Barat Maria Fransiska Tenot saat mengikuti Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5/2022).
Caption: Perempuan Adat Malawi Kalimantan Barat Maria Fransiska Tenot saat mengikuti Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5/2022).

Infonegeri, Jakarta – Rancangan Undang-Undang Hukum Masyarakat Adat (UU MHA) sangat diharapkan segera disahkan. Pasalnya dengan adanya UU tersebut masyarakat adat akan merasa aman dalam mengelola lahan adat yang dimilikinya.

Hal itu disampaikan Perempuan Adat Malawi Kalimantan Barat Maria Fransiska Tenot saat menjadi pembicara pada Webinar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA): Jaminan Hak atas Tanah dan Akses Wilayah Kelola Ruang sebagai Wujud Perlindungan dan Pengakuan Hak Perempuan Adat di Indonesia, Rabu (25/5/2022).

“Kami selalu berladang, menanam padi lokal, sayur dan karet. Ladang satu tahun sekali, karena tidak menetap agar tanahnya tetap subur,” tutur Maria.

Maria mengatakan apa yang dilakukan oleh masyarakat adat Malawi tersebut merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun sejak kakek nenek kita sampai sekarang

“Dalam meladang kami dikerjakan secara kelompok secara gotong royong,” tuturnya.

Lebih lanjut, dalam pengambilan keputusan, Maria mengatakan perempuan selalu ambil bagian didalamnya, khususnya dalam keputusan pengelolaan lahan dan penanaman benih.

“Malah lebih banyak perempuannya, apalagi proses menanamnya. Kebanyakan itu ibu-ibu yang mengambil keputusannya,” katanya.

Dalam melakukan penanaman tersebut, Maria mengatakan masyarakat Malawi selalu berpindah-pindah lahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah dan juga untuk melindungi lahan tersebut dari ambil alih oleh orang luar.

“Kami berpindah-pindah supaya tanah itu tetap subur dan supaya tanah itu tidak diambil orang, jadi orang luar itu tidak mudah karena itu sudah bekas ladang kami,” tuturnya.

Maria berharap pemerintah dapat segera mengesahkan RUU MHA agar wilayah masyarakat adat tidak diambil oleh pihak luar atau pihak perusahaan.

“Kedua, agar kami tidak dilarang dan ditangkap kalau kami mau mengelola lahan kami. Ketiga untuk menjamin keberlangsungan hidup generasi kami, atas adat istiadat kedepannya. Karena anak cucu kami membutuhkan lahan adat itu,” tegas Maria.

Dalam mengelola hutan, Maria mengatakan peran perempuan sangat penting, karena dengan tidak adanya perempuan maka hutan tersebut akan rusak bahkan diambil oleh orang lain.

“Hutan akan rusak dan diambil orang, karena perempuan tidak terlibat disitu,” tegas Maria.

Diketahui, Webinar RUU MHA tersebut merupakan acara Festival Hari Bumi” Hari Kartini” tahun 2022 yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF) bersama Gender Focal Point (GFP) bekerja sama dengan Beritabaru.co.