Pj Walikota, SK Mendagri Vs Warga Bengkulu

By Cik Ben

Cik Tau Tapi Cik Selow. Mungkin hanya itu yang dapat masyarakat Bengkulu kota Marlborough ini katakan, usai tahu penjabat Walikota Bengkulu merupakan sosok yang sempat ditolak DPRD kota, dan tidak ada dalam usulan gubernur dilantik.

Mungkin itu usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian atau kementerian lain, katakanlah hasil usulan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan misalnya, atau menteri lainya. Cik rasa, itu biasa aja, kagak ada masalah, selagi tidak ‘ngejut ngejut aja’.

Nah…Yang bisa jadi masalah itu kalau moral dan etika bertata negara ini di kangkangi. Secara peraturan yang ada juga di kangkangi. Aspirasi lembaga pemerintah tak dihiraukan. Rekomendasi yang diajukan juga dikangkangi, maka masyarakat boleh beraksi akibat selalu dikangkangi, maka hanya satu kata ‘Pecci enggut tetunggit’.

Dari sudut pandang berbeda, ada yang bilang itu bagian dari romantika kita berdemokrasi. Para pengembala hukum bilang, ‘Kenapa tidak dilakukan langkah hukum aja, di PTUN kan saja. Karena ini skup kota, pencinta adat istiadat bilang, ‘Kok enggak diselesaikan secara adat saja, terima kenyataan dengan catatan’.

Lain halnya dengan masyarakat yang memasang spanduk di pagar Mount Felix atau kini di sebut Gedung Daerah Provisi Bengkulu, dengan berharap sangat Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mendengar, aspirasi mereka bisa sampai kementeri bahkan ke Presiden RI Jokowi. Tapi apa hendak dikata, spanduk tetap terpasang, Penjabat Walikota Bengkulu Arif Gunadi tetap dilantik juga, Minggu 24 September 2023.

Apakah kejadian itu ibarat kentut, tatkala nembak lantai kena hidung? Tapi sekali lagi semboyan Anak Melayu Bengkulu bilang, ‘Cik Tau Tapi Cik Selow. Tapi Selip-Selip Cik Pecci Jugo’.

Dengan pelantikan itu bila salah, Cik kembali teringat adagium yang menyatakan, “Hukum itu dibuat untuk kepentingan politik. Karena yang membuat hukum itu orang-orang politik dan untuk kepentingan politiknya”. Bila itu benar, masyarakat anggap saja itu semua kegagalan yang tertunda dan anggap aja itu semua ‘tragedi makan kuah’.

Biarkan tuntutan pada spanduk yang terpampang di pagar Mount Felix tetap terpampang (Kalu idak di copot Satpol PP) yang menuntut agar 1. Mendagri segera mencabut SK pengangkatan penjabat Walikota Bengkulu karena cacat hukum, unprosedural, syarat intervensi politik dan menciderai aspirasi dan rasa keadilan masyarakat Kota Bengkulu.

2. Mengutuk keras aksi cawe-cawe Partai Politik dan seluruh pihak yang melakukan intervensi demi kepentingan kelompok tertentu dalam menentukan pejabat Walikota Bengkulu. 3. Meminta Gubernur Bengkulu untuk menganulir pelantikan dan menyatakan mosi tidak percaya kepada Putusan Mendagri atas penunjukan Penjabat Walikota Bengkulu.

4. Meminta DPRD Kota Bengkulu untuk memboikot seluruh produk pejabat Walikota Bengkulu sebelumnya terpenuhi azas-azas penunjukan pejabat walikota yang benar secara hukum dan etika kebijakan publik. 5. Meminta DPRD Kota Bengkulu segera mempertanyakan ke Mendagri atas tidak digubrisnya aspirasi masyarakat Kota Bengkulu dengan melantik pejabat yang tidak diusulkan oleh DPRD Kota Bengkulu.

Nah…Itu hak demokrasi masyarakat dan sah-sah saja. Cuman saran Cik, eloknyo sesenai dalam betindak. Pameo orang daulu ngatokan, iko negeri air kecik buayo banyak. Jadi tetengok nian, kalu buayo tu nai ke darek, cepek ambik balok 46, gandal langsung palaknyo. Cuman itu idak nyelesaikan masalah, kerno mati buayo, kucing air masih ado nden. Jadi sikapi semua yang salah itu hanya dengan satu kata, ‘Gandal’.

Wartawan tinggal di Kota Bengkulu