Infonegeri, JAKARTA – Praktik korupsi merupakan suatu tindakan yang harus dihindari oleh semua lapisan masyarakat, termasuk aparatur sipil negara (ASN). Untuk itu, berbagai upaya telah digulirkan oleh pemerintah untuk mencegah praktik korupsi di tubuh birokrasi.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sebagai leading sector dalam penyusunan kebijakan bagi ASN, juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menghindari praktik korupsi.
“Berbagai kebijakan telah dikeluarkan, yang wajib diikuti oleh individu ASN maupun instansi pemerintah agar terhindar dari lingkaran korupsi,” jelas Menteri PANRB Tjahjo Kumolo dalam Rilis Survei Nasional dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Minggu (18/04).
Kebijakan pertama adalah kewajiban penyampaian laporan harta kekayaan yang dilaporkan setiap tahunnya. Laporan yang wajib diisi oleh ASN (LHKASN) dan penyelenggara negara (LHKPN) ini merupakan upaya pencegahan dan pengawasan atas harta kekayaan yang dimiliki oleh ASN.
Kedua, kebijakan yang mengatur mengenai penguatan sistem integritas internal instansi pemerintah. Kebijakan tersebut meliputi pengendalian gratifikasi, penanganan benturan kepentingan, penguatan sistem whistle blowing, serta pengelolaan pengaduan masyarakat melalui kanal Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Rakyat (SP4N-LAPOR!) yang telah terintegrasi dengan instansi pemerintah pusat dan daerah.
Kemudian, pengendalian tindak korupsi di level unit kerja pelayanan melalui pembangunan Zona Integritas (ZI). Pembangunan ZI ini mendorong unit kerja untuk melakukan perubahan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan dan menjaga integritas agar masyarakat mendapatkan pelayanan prima yang bebas dari calo dan pungutan liar.
Salah satu upaya lainnya adalah kolaborasi antar-instansi pemerintah melalui pembentukan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang terdiri dari Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Kepala Staf Presiden, Menteri PANRB, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Stranas PK ini bertugas untuk merumuskan kebijakan dan aksi yang akan dilakukan setiap instansi pemerintah untuk menurunkan potensi terjadinya korupsi,” lanjut Menteri Tjahjo.
Selain itu, Kementerian PANRB juga bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) bersama dengan lembaga survei terpercaya untuk melaksanakan survei secara rutin. Pelaksanaan survei rutin tersebut ditujukan untuk mengetahui persepsi masyarakat sebagai penerima layanan mengenai kualitas layanan dan persepsi antikorupsi.
Tjahjo mengatakan bahwa dari skala 1-4, hasil indeks persepsi kualitas pelayanan publik tahun 2020 menunjukkan indeks 3,54 untuk tingkat kementerian dan lembaga, 3,50 untuk tingkat pemerintah provinsi, dan 3,48 untuk tingkat pemerintah kabupaten dan kota. Sedangkan untuk indeks persepsi antikorupsi di tahun yang sama juga menunjukkan indeks 3,68 untuk kementerian dan lembaga serta 3,62 untuk pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
Dalam peluncuran survei yang bertajuk Urgensi Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di Kalangan PNS tersebut, Tjahjo juga menyampaikan bahwa paham radikalisme erat kaitannya dengan praktik intoleransi. “ASN harus sangat berhati-hati agar tidak terjebak ke dalam paham radikalisme,” ujar Tjahjo.
Tjahjo juga mengungkapkan bahwa persepsi ASN mengenai toleransi cukup baik. Hal ini seiring dengan tugas dan fungsi dari ASN, yakni pemersatu dan perekat bangsa. ASN telah memiliki pemahaman yang baik mengenai perbedaan dan toleransi, saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Survei yang dikeluarkan oleh LSI tersebut dilakukan guna mengukur persepsi dan pengalaman ASN dalam aspek reformasi birokrasi yang meliputi korupsi, demokrasi, dan intoleransi.
Survei yang dilakukan dalam periode Januari-Maret 2021 menemukan hasil terkait persepsi dan potensi korupsi di kalangan ASN, sikap dan pengalaman dalam situasi koruptif, pengawasan internal, pengaduan masyarakat, serta persepsi atas demokrasi dan toleransi.
Sumber: menpan.go.id