Diduga Monopoli Pergub Nomor 31 Tentang Penyebarluasan Informasi

Ilustrasi Kebebasan Pers (Shutterstock)
  • Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 31 Tentang Penyebarluasan Informasi Penyelenggara Pemerintah yang dinilai kontroversi.
  • Tanggapan Badan Pemeriksaan Keuang Republik Indonesia (BPK-RI) perihal Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Perusahaan Pers
  • Tanggapan Dewan Pers perihal Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Perusahaan Pers
  • Tugas Badan Pemeriksaan Keuang Republik Indonesia (BPK-RI) perihal Kerjasama Perusahaan Pers dan Pemerintah Daerah
  • Standar Baku Mutu atau Penetapan Harga Kerjasama Perusahaan Pers dan Pemerintah Daerah

Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Gubernur Rohidin Mersyah pada tanggal 1 Bulan 10 Tahun 2021 telah menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tentang Penyebarluasan Informasi Penyelenggara Pemerintah. Pergub tersebut saat ini dinilai kontroversi karena mengatur perusahaan pers untuk bermitra.

Pergub nomor 31 di Pasal 15 (3) media massa yang telah memenuhi kriteria seperti: Terdaftar dan terverifikasi administrasi di Dewan Pers, penanggungjawab redaksi harus berkompetensi wartawan utama, dan wartawan yang bertugas wajib memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) minimal wartawan muda.

Badan Pemeriksaan Keuang Republik Indonesia (BPK-RI) sebelum ditetapkan Pergub 31 telah mengeluarkan klarifikasi dengan menelaah sesuai pedoman standar pemeriksaan keuangan negara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait kerjasama antara Pemerintah dan perusahaan pers yang belum terverifikasi di dewan pers.

  1. BPK dalam melaksanakan tugas pemerintah atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara berpedoman pada standar pemeriksaan keuangan negara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. BPK yang diantaranya memiliki tugas pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan pada kementerian komunikasi dan informatika, termasuk Dewan Pers didalamnya, tidak pernah menyampaikan pernyataan dan memberikan pendapat kepada Dewan Pers yang belum diverifikasi oleh Dewan Pers dapat/akan menjadi temuan pemeriksaan BPK.

Kisruh persoalan Pergub Nomor 31 media yang belum terverifikasi Dewan Pers tidak bakal bisa menjalin kerja sama media dengan pemerintahan, baik provinsi maupun kabupaten/kota juga terjadi di Kalimantan Selatan. Hal tersebut diketahui saat Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh saat menyambangi Kota Banjarmasin.

Di momen saat itu tampaknya cukup membuat gaduh di kalangan insan pers di Kalimantan Selatan, khususnya bagi pemilik media, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun mengklarifikasi terkait adanya Surat Edaran Dewan Pers yang menyebutkan tentang pelarangan kerja sama kontrak pemerintah daerah dengan media yang belum terverifikasi.

“Surat Edaran itu hoaks. Jadi Dewan Pers, kena hoaks juga. Tidak benar kami menerbitkan Surat Edaran itu,” ungkapnya saat mengikuti sosialisasi Indeks Kemerdekaan Pers di Kalimantan Selatan, tepatnya di Best Western Hotel Kota Banjarmasin, Kamis (19/12/2019) yang silam.

Dasar Hukum Serta Tugas dan Wewenang BPK

BPK merupakan sebuah badan negara yang mandiri dan didirikan terkait keuangan negara, ketentuan akan BPK diatur dalam sejumlah peraturan UU. Dasar hukum yang dimaksud, antara lain UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan; dan UU BPK.

Tugas BPK

BPK memiliki sejumlah tugas sebagai tujuan dari pendiriannya. Berdasarkan Pasal 6 UU BPKtugas yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
  2. Melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  3. Melakukan pemeriksaan yang mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
  4. Apabila pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
  5. Melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

Wewenang BPK

Kemudian, dalam menjalankan tugasnya, BPK tentu dibekali oleh sejumlah kewenangan. Adapun kewenangan BPK sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) UU BPK adalah sebagai berikut.

  1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.
  2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
  3. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
  4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.
  5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  7. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
  8. Membina jabatan fungsional pemeriksa.
  9. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan.
  10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

Penetapan Harga Kerjasama Perusahaan Pers dan Pemerintah Daerah

Dalam literatur ilmu ekonomi, perilaku penetapan harga (price fixing) antara perusahaan yang sedang bersaing merupakan salah satu dari bentuk kolusi. Kolusi merujuk pada situasi dimana perusahaan-perusahaan yang ada di pasar melakukan koordinasi atas tindakan-tindakan mereka yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.

Penetapan harga kerjasama perusahaan misal perusahaan pers dan pemerintah melakukan proses menetapkan nilai yang akan diterima oleh perusahaan pada saat menjual jasa (berita) dan barang. Hal berpedoman pada pasal 5 tentang penetapan harga UU No. 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Berdasarkan Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999), khususnya pasal 35 huruf f, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki tugas untuk menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang tersebut.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, KPPU melakukan penyusunan pedoman pelaksanaan pasal 5 (lima) yang mengatur tentang perilaku yang dilarang berupa penetapan harga oleh pelaku usaha (Perusahaan pers) yang saling bersaing (price fixing). Pedoman ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada seluruh stakeholder.

Persaingan perusahaan pers diduga tak luput dari monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, ditambah lagi dengan adanya Pergub Nomor 31 Pasal 15 (3) Terdaftar dan terverifikasi administrasi di Dewan Pers, penanggungjawab redaksi harus memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) utama, dan wartawan wajib minimal wartawan muda.

Dengan adanya Pergub Nomor 31 Pasal 15 (3) yang menyebutkan kriteria-kriteria perusahaan pers di Bengkulu hingga mengatur wartawan yang ditugaskan memiliki sertifikat UKW, mampu menjami tidak adanya Praktek Monopoli dan Persaingan antar perusahaan pers menjadi Tidak Sehat sesuai dengan (UU No. 5 Tahun 1999), khususnya pasal 35 huruf f.

Sebagai bagian dari hal tersebut, Pedoman Pasal 5 tentang larangan Penetapan Harga (untuk selanjutnya disebut “Pedoman”) bertujuan untuk:

  1. Memberikan pengertian yang jelas dan tepat tentang larangan Penetapan Harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999.
  2. Memberikan dasar pemahaman yang sama dan arah yang jelas dalam pelaksanaan Pasal 5.
  3. Memberikan landasan bagi semua pihak untuk berperilaku tidak melanggar Pasal 5 UU No.5 tahun 1999.
  4. Memberikan pemahaman tentang pendekatan yang dilakukan oleh KPPU dalam melakukan penilaian atas perjanjian tentang Penetapan Harga. [Soprian]