Penyebab Penularan COVID-19 Meningkat di Dunia

Infonegeri, JAKARTA – Penularan virus Corona sedang naik-naiknya dan semakin masif. Enggak hanya di Indonesia, tapi juga di negara lain seperti Bangladesh dan Thailand, sampai-sampai harus lockdown.

Dilansir dari Mata Najwa pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Maria Van Kerkhove bilang, ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Apa saja itu? Mari kita simak satu-satu.

Kemunculan varian Delta

Enggak bisa dipungkiri, varian ini memang jadi biang kerok peningkatan kasus di banyak negara. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat bilang, kini, lebih dari setengah, tepatnya 51 persen varian Delta telah mendominasi kasus COVID-19 di Amerika.

“Di Inggris, 50.824 orang atau 46 persen akibat varian Delta menyumbang kasus baru COVID-19 per 2 Juli 2021. Di Indonesia, Ketua Tim Peneliti Whole Genome Sequencing (WGS) dari UGM Gunadi menemukan 17,7 persen varian Delta saat menguji sampel. Varian Alpha dan Beta masih di bawah dua persen.” seperti dikutip dari matanajwa, Kamis (08/07/2021).

Varian-varian tersebut WHO sudah mengklaim varian itu sebagai yang paling menular dibanding varian lain yang diidentifikasi sejauh ini. Kata Kerkhove, varian itu sudah tersebar di 96 negara dan diprediksi bakal terus merambah ke tempat-tempat lain.

Peningkatan mobilitas dan pelonggaran = meningkatkan kontak fisik

Mobilitas tentu berpengaruh pada peningkatan kasus COVID-19. Kalau enggak segera dibatasi, virus sudah pasti mudah menular. Ingat apa yang selalu terjadi saat orang-orang nekat mudik saat libur panjang? Ya, lonjakan kasus.

Masih dari matanajwa, penularan tersebut The Conversation mencatat, orang yang bepergian di wilayah terdampak COVID-19 di awal pandemi berperan besar terhadap penularan Corona di tempat lain. Mereka memperluas zona merah COVID-19.

“Ketika kasus harian turun atau minim, bukan berarti ada kesempatan buat melonggarkan pembatasan. Saat Inggris melakukan itu pada Desember 2020, yang terjadi justru negara itu diterjang lonjakan kasus Corona hingga dua kali lipat lebih. Bahkan muncul varian baru.”

Distribusi vaksin yang tidak merata

Lanjut dari matanajwa, Ketimpangan distribusi vaksin dunia memang jadi masalah. Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengibaratkan ketimpangan itu. Bahwa satu dari empat orang di negara kaya telah menerima suntikan vaksin.

Sementara yang menengah dan rendah, perbandingannya jauh di bawah yaitu satu banding 500. Produksi vaksin sendiri butuh waktu lama. Buat mencapai herd immunity, 5,5 miliar (dari 7,8 miliar) warga seluruh dunia harus divaksinasi.

Artinya, dibutuhkan 11 miliar dosis vaksin, sedangkan produksi vaksin hanya bisa setengahnya. Nah, untuk membuat 6,5 miliar dosis itu, butuh 3,5 tahun untuk memenuhi dosis seluruh dunia.

Alhasil, banyak negara maju yang sudah pre-order (PO) terlebih dahulu. Sementara, negara dunia ketiga hanya bisa menunggu jatah. Menkes Budi Gunadi Sadikin bersyukur pasokan vaksin di Indonesia masih terkendali.

“Per 30 Juni 2021, ada 105,5 juta dosis vaksin bahan baku Sinovac dan vaksin jadi sebanyak tiga juta. Selain itu, ada pula vaksin jadi AstraZeneca sebanyak 8.228.400 dosis dan Sinopharm dua juta dosis.” [SA]