Perempuan Seluma dan WALHI Desak Menteri Cabut Izin Tambang Pasir Besi

Perempuan Pesisir Pasar Seluma Bersama WALHI Desak Menteri ESDM Segera Cabut IUP Pasir Besi PT Faminglevto Baktiabadi

Infonegeri, JAKARTA – Pertambangan pasir besi di Kabupaten Seluma, Bengkulu milik PT Faminglevto Bakti Abadi (FBA) sudah jelas dinyatakan bermasalah. Namun, sampai saat ini Perusahaan tersebut masih beroperasi.

Hal tersebut dinyatakan bermasalah usai dilakukan inspeksi inspektur tambang, beberapa waktu lalu bersama Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Bengkulu serta dinas terkait, perusahaan pertambangan diminta untuk menghentikan aktivitas sementara.

Pada tanggal 21 Juli 2022 lalu, kemudian Pemprov Bengkulu memfasilitasi rapat hasil inspeksi Bersama. Terdapat sejumlah temuan lapangan yang ditemukan oleh Kementerian ESDM, Dinas LHK dan DKP Provinsi Bengkulu, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, PT FBA belum memiliki kelengkapan administrasi; kedua, tidak memiliki AMDAL; ketiga, lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) masuk dalam kawasan konservasi cagar alam; keempat, belum memiliki persetujuan teknis air limbah; kelima, terdapat tumpang tindih konsesi pertambangan dengan lahan masyarakat, vegetasi pantai dan lahan lainnya.

DKP Provinsi Bengkulu juga telah menegaskan, lahan tambang PT. FBA berada di zona yang dilarang dan berpotensi merusak ekosistem laut karena akan menambang 350 meter kearah laut. Selain itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI) tidak mengeluarkan izin kesesuaian penggunaan ruang laut untuk perusahaan ini.

Direktur WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, menyatakan bahwa berbagai temuan lapangan itulah yang menjadi dasar keluarnya surat Rekomendasi Gubernur Bengkulu dengan nomor 540/1317/B.1/2022 ke Kementerian ESDM dan ditembuskan ke KLHK serta KKP. Keluarnya surat telah menunjukan dengan jelas bahwa PT. FBA bermasalah dan tidak layak melakukan aktivitas operasi produksi.

Selain itu yang penting untuk disampaikan, operasi produksi PT. FBA akan merampas ruang hidup dan mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Seluma yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan pencari remis (kerang).

Aktifitas pertambangan pasir besi akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat desa pasar seluma yang lebih kurang berjumlah 300 dari 500’an jiwa adalah pencari remis. Remis adalah kerang yang hidup di pesisir pantai. Mayoritas masyarakat di pasar seluma mencari remis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk membiayai anak-anak agar bisa sekolah.

100 remis ukuran kecil dijual dengan harga 35-45rb, dan dalam waktu 4-6 jam mereka bisa mendapatkan 100-400 remis, artinya mereka bisa menghasilkan uang sebesar 45.000 – 180.000/6 jam.

selain itu sebagian besar juga masyarakat desa pasar seluma berprofesi sebagai nelayan lokal yang mencari ikan di pesisir pantai seluma akan kehilangan mata pencaharian akibat dari aktifitas pertambangan yang akan menambang di pesisir pantai seluma, wilayah pertambangan ini memiliki garis pantai 2400 meter, lebar kearah daratan 350 meter dan kearah laut 350 meter dari total garis pantai (total 700 meter).

“Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena Masyarakat Desa Pasar Seluma adalah bagian dari Rakyat Indonesia yang mempunyai Hak hidup sejahtera dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tegas Ibrahim Abdullah Ritonga.

Pasca dikeluarkannya Surat Gubernur Bengkulu yang ditujukan kepada Menteri ESDM, Masyarakat Desa Pasar Seluma telah memergoki PT. FBA melakukan aktivitas operasi produksi pada 24 Juli 2022.

“Melakukan penggalian dan mengoperasikan mesin pemisah biji besi,” kata Elda Nenti, perempuan pesisir Desa Pasar Seluma yang turut berjuang mempertahankan ruang hidupnya, saat ikut melakukan zoom meeting, Senin (01/08/2022).

Pelanggaran yang dilakukan PT. Faminglevto Baktiabadi, menurut Elsa, telah mendorong masyarakat untuk mempertanyakannya ke perusaahn tambang itu. Namun sampai saat ini belum mendapatkan jawaban yang diinginkan sehingga masyarakat memutuskan bermalam di depan gerbang perusahaan pada tanggal 28 – 30 Juli 2022 lalu.

Melihat situasi tersebut, Perempuan Pesisir Desa Pasar Seluma dan WALHI Bengkulu mendesak sejumlah hal berikut:

Pertama, Menteri ESDM segera menindaklanjuti surat Gubernur Bengkulu sekaligus mencabut IUP PT. Faminglevto Baktiabadi; kedua, KKP dan KLHK untuk turun melakukan investigasi ke lapangan; ketiga, Inspektur tambang turun langsung ke lokasi tambang dan menghentikan seluruh aktivitas PT FBA; keempat, Gubernur Bengkulu segera melaporkan PT FBA kepada aparat penegak hukum atas dasar temuan pelanggaran dari hasil inspeksi (7 Juli 2022), dan rapat crosscheck (21 Juli 2022). 28-29 Juli 2022 perusahaan masih melakukan kegiatan operasi produksi.

Di tempat yang berbeda, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin, mendesak Kementerian ESDM, KKP, serta Kementerian KLHK untuk turun ke lapangan dan melihat langsung situasi krisis yang telah diakibatkan oleh pertambangan pasir besir di Desa Pasar Seluma, yang merupakan bagian penting dari kawasan pesisir barat Pulau Sumatera.

Pesisir barat Sumatera adalah wilayah yang rawan terdampak bencana alam, terutama gempa bumi. Dalam kaitan ini, kata Parid Ridwanuddin, PT. FBA wajib diberi sanksi karena melanggar pasal 73 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007 jo UU no. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Operasi produksi perusahaan ini telah merusak lingkungan, merugikan masyarakat, serta akan memperburuk dampak bencana bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eksekutif Nasional WALHI, Fany Tri Jambore, menyatakan bahwa Eksekutif Nasional WALHI sudah berkirim surat kepada Kementerian ESDM untuk meminta daftar IUP perusahaan tambang di Provinsi Bengkulu.

“Dari daftar yang kami terima, nama PT. Faminglevto Baktiabadi tidak termasuk di dalam daftar peruasahaan yang memiliki IUP aktif,” ungkapnya.

Atas dasar itu, Fany Tri Jambore menyatakan tak ada alasan bagi Menteri ESDM untuk tidak mencabut IUP PT. FBA. “Kami mendesak IUPnya harus segera dicabut oleh Menteri ESDM dalam waktu dekat,” pungkasnya.

Editor: Soprian Ardianto