Menggali Peraturan Pemberian Gelar Profesor Rohidin Mersyah dari Universitas Jungwon Korsel

Caption foto: Presentasi Penerimaan gelar Profesor, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah yang berjudul Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Provinsi Bengkulu (Foto/dok: MC)
Caption foto: Presentasi Penerimaan gelar Profesor, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah yang berjudul Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Provinsi Bengkulu (Foto/dok: MC)

Info Negeri, EDUKASI – Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rohidin Mersyah menerima gelar guru besar kehormatan dari Pemerintah Korea Selatan (Korsel) melalui Universitas Jungwon di bidang pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan pembangunan berkelanjutan atas inisiasi, kontribusi dan prestasi yang sudah dilaksanakan, pada Kamis 16 Maret 2023.

Pemilihan guru besar kehormatan tersebut berdasarkan profil berbagai tokoh di Indonesia. Ia terpilih atas pertimbangan berbagai kontribusinya mulai dari bidang pendidikan atas track records prestasi akademik yang dinilai dari sekolah menengah atas sebagai juara umum. Saat mahasiswa memperoleh gelar terbaik berprestasi dalam menempuh pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada, S2 dan S3 di Institut Pertanian Bogor.

Ia juga aktif sebagai Dosen, kontribusi berbagai kajian penelitian pada skala nasional dan internasional dari tahun 2005 sampai sekarang yang menghasilkan 9 publikasi ilmiah. Sampai saat ini Dr. Rohidin Mersyah telah menghasilkan berbagai karya tulis sebanyak 8 judul buku dengan berbagai tema dan puluhan artikel opini yang dimuat diberbagai media.

Pertimbangan khusus lainnya atas gelar guru besar kehormatan dari Universitas Jungwon adalah komitmen Dr. H. Rohidin Mersyah antara disiplin ilmu yang dimiliki dengan implementasi pembangunan dan totalitas program sebagai kepala daerah yang dieksekusi telah menghasilkan berbagai prestasi untuk Provinsi Bengkulu.

Komitmen ini menghasilkan solusi untuk mengatasi permasalahan dengan konsep keberlanjutan pembangunan di masa depan. Ini menjadi poin penting dalam penganugrahan gelar guru besar mengingat landasan keilmuan harus didukung dengan implementasi dalam penyusunan kebijakan pembangunan yang konsisten untuk daerah.

Pemberian gelar Doktor Honoris Causa (H.C)/Doktor Kehormatan seperti dilansir dari ugm.ac.id merupakan gelar keserjanaan yang dierikan suatu perguruan tinggi/universitas yang memenuhi syarat kepada seseorang, tanpa perlu untuk mengikuti dan lulus dari pendidikan yang sesuai untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya.

Tidak semua perguruan tinggi/universitas dapat memberikan gelar Doktor Honoris Causa (H.C)/Doktor Kehormatan, hanya perguruan tinggi/universitas yang memenuhi syaratlah yang diberikan hak secara eksplisit untuk memberi gelar. Terdapat beberapa peraturan yang menjelaskan mengenai pemberian Gelar Doktor Honoris Causa (HC)/Gelar Kehormatan, baik peraturan secara nasional maupun intern Universitas.

Persyaratan

Pada tahun 1963 terdapat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No.120 Tahun 1963 tentang Penertiban Pemberian Gelar “Doctor” dan “Doctor Honoris Causa” (Doktor Kehormatan) serta Gelar-gelar Sarjana Kehormatan Lain. Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan tersebut menyebutkan bahwa:

  1. Gelar Doktor, disingkat Dr diberikan kepada Sarjana setelah menempuh dengan hasil baik sesuai promosi dengan mempertahankan sebuah thesis.
  2. Yang berwenang menyelenggarakan promosi tersebut adalah universitas negeri/universitas swasta disamakan.
  3. Syarat-syarat untuk menjadi promovendus, syarat-syarat dan prosedur promosi diatur Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.

Peraturan lainnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Nomor 43 Tahun 1980 tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa). Peraturan Pemerintah RI tersebut dikeluarkan sebagai bentuk penyeragaman pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) oleh perguruan tinggi dengan berdasarkan syarat-syarat serta tata cara yang seragam dan sesuai dengan makna dan tujuannya.

Dalam Peraturan Pemerintah RI tersebut dijelaskan bahwa gelar tersebut adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia. Pasal 2 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa gelar kehormatan ini dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA). Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa gelar tersebut diberikan sebagai tanda penghormatan bagi jasa atau karya:

  1. Yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan pengajaran;
  2. Yang sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya;
  3. Yang sangat bermanfaat bagi kemajuan atau kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa dan Negara Indonesia pada khususnya serta umat manusia pada umumnya;
  4. Yang secara luar biasa mengembangkan hubungan baik dan bermanfaat antara Bangsa dan Negara Indonesia dengan Bangsa dan Negara lain di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya;
  5. Yang secara luar biasa menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan perguruan tinggi.

Tidak semua perguruan tinggi/universitas dapat memberikan gelar Doktor Honoris Causa (H.C)/Doktor Kehormatan. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi sebelum memberikan Gelar tersebut, yaitu:

  1. Pernah menghasilkan sarjana dengan gelar ilmiah doktor;
  2. Memiliki fakultas atau jurusan yang membina dan mengembangkan bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan bidang ilmu pengetahuan yang menjadi ruang lingkup jasa dan atau karya bagi pemberian gelar;
  3. Memiliki Guru Besar Tetap sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dalam bidang yang dimaksud dalam poin nomor 2.

Selanjutnya, pada tahun 1992, terdapat Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 52/MPK/92 tentang Pedoman Pemberian Gelar Doctor Honoris Causa yang menjelaskan beberapa poin yaitu:

  1. berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 18 ayat (5) yang menyatakan bahwa “institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, dan kebudayaan.”
  2. Gelar Dr.H.C. dapat diberikan oleh universitas/institut yang memenuhi persyaratan kepada tokoh kesarjanaan/akademisi:
    1. Yang berjasa luar biasa dalam pengembangan suatu disiplin ilmu tetapi tidak/belum memiliki gelar doktor dalam disiplin yang bersangkutan;
    2. Yang telah memliki gelar doktor dalam suatu disiplin ilmu yang diperoleh dari suatu universitas / institut, dan bukan dari universitas/institut yang akan memberikan gelar Dr.H.C.
    3. Yang telah memiliki gelar Dr.H.C. dalam suatu disiplin ilmu, kemudian mendapat gelar Dr.H.C. dalam suatu disiplin ilmu lain dari universitas/institut yang sama atau yang lain.
  3. Universitas/institut dapat memberikan penghargaan dengan cara lain, seperti misalnya pemberian medali, piagam, penyebutan nama gedung dalam lingkungan almamater, dsb. kepada tokoh dari luar lingkungan kesarjanaan/akademik atas jasanya pada universitas/institut yang bersangkutan atau pengabdiannya untuk kepentingan umum, tetapi tidak dengan pemberian gelar Dr.H.C. yang merupakan gelar akademik.
  4. Sekalipun di negara-negara tertentu dilakukan juga pemberian gelar Dr.H.C. kepada tokoh dari lingkungan luar kesarjanaan/akademik, namun hal itu tidak mendapat apresiasi positif dari kalangan akademik yang ingin mempertahankan bobot gelar Dr.H.C. sesuai dengan harkatnya sebagai gelar akademik. Oleh sebab itu maka sebaiknya di Indonesia dengan tradisi akademik yang relatif masih muda dan memiliki universitas/institut yang belum semuanya mantap dan mapan sebagai pusat ilmiah, sebaiknya ditetapkan ketentuan yang ketat sebagaimana tersebut di atas.

Dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi sebagai pelaksanaan dari ketentuan Bab VII peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan pada pasal 15 bahwa Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dapat diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan.

Terdapat persyaratan bagi calon penerima gelar Doktor Kehormatan, yaitu memiliki gelar akademik sekurang-kurangnya sarjana dan berjasa luar biasa dalam pengembangan suatu disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan. Pasal 16 ayat (2) menyebutkan bahwa ada persyaratan bagi perguruan tinggi pemberi gelar tersebut adalah universitas atau institut yang memiliki wewenang menyelenggarakan Program Pendidikan Doktor berdasarkan surat keputusan menteri.

Pasal 20 dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan  kebudayaan RI No. 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi disebutkan bahwa perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dibenarkan memberikan gelar akademik, sebutan profesional, sebutan profesi dan/atau gelar doktor kehormatan. Ditambahkan pula dalam pasal 21, bahwa:

  1. Gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh secara sah tidak dapat dicabut atau ditiadakan oleh siapapun;
  2. Keabsahan perolehan gelar akademik dan/atau sebutan profesional dapat ditinjau kembali karena alasan akademik;
  3. Dan pelaksanaan ketentuannya akan diatur oleh Direktur Jenderal.

Reporter | Soprian Ardianto