“Kesaktian” Rektor UI: Rangkap Jabatan Aman Usai Presiden Ubah Aturan

Infonegeri, JAKARTA – Baru-baru ini Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro tertangkap basah merangkap jabatan komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) beberapa waktu lalu? Kini, seluruh jagat maya tengah membicarakan kehebatannya yang bikin orang sampai terheran-heran.

Kehebohan tersebut Ari bukannya mencopot satu jabatan, Ari malah berhasil ‘menyulap’ aturan untuk memihaknya, tapi yang pasti, Presiden Joko Widodo turun langsung untuk mencabut aturan lama soal rangkap jabatan di statuta UI dan menandatangani aturan yang baru.

Mulanya, rangkap jabatan dilarang keras dalam statuta UI yang menganut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI. Pada 02 Juli 2021 lalu, Jokowi lantas menurunkan aturan baru yaitu PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI.

Dalam PP baru tersebut, rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan hanya dilarang merangkap sebagai direksi saja di BUMN/daerah atau swasta. Ini artinya, Jokowi telah memberi lampu hijau posisi Ari sebagai komisaris di BRI.

Sontak, warganet saling julid soal ini. “Rektor UI” pun trending di Twitter sepanjang Rabu (21/7/21). Ari yang tak hanya kebal hukum, tapi mampu membelokkan aturan demi menyelamatkan jabatannya itu, apa namanya kalau bukan ajaib?

Mereka lantas menumpahkan keheranan itu jadi guyonan yang benar-benar bikin ngakak. Misalnya, kalau Ari pengen masuk timnas U-23, yang diubah adalah batasan umurnya. Atau, kalau Ari menerobos lampu merah, yang diubah malah aturan warnanya. Lampu hijau jadi berhenti, lampu merah jadi jalan.

Apalagi kalau misalnya Ari kena COVID-19, yang isolasi mandiri bukan dirinya tapi virusnya. Pokoknya, enggak bakal ada yang bisa menghalangi kesejahteraannya. Di sisi lain, kebijakan yang diteken Jokowi ini memang kontroversial.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Prof Firman Noor bilang, memberikan pernyataan kebijakan ini memperlihatkan ada tangan tak kasat mata yang bisa mengubah segalanya. “Otomatis, ini berpotensi bikin masyarakat hilang kepercayaan. Juga semakin menguatkan dugaan miring terhadap penguasa.” dikutip dari narasi.tv, Kamis (22/07/2021) pagi.

Nah, bau kepentingan ini sudah dicium oleh Ketua YLBHI Asfinawati. Dirinya bilang, kebijakan ini jelas arahnya ke utang budi. Soalnya, Ari adalah salah satu sosok penting yang mengendalikan diskusi Omnibus Law di kampusnya.

Lagipula, Ari diutus menjadi rektor UI dengan PP lama, kok. Jadi, ya, PP baru ini justru semakin menegaskan kesalahan Ari. Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengonfirmasi hal itu.

Feri bilang, ada yang janggal dari revisi statuta yang dilakukan Jokowi. Kata Feri, PP baru tak berlaku surut alias pemberlakuan aturannya lebih awal sebelum aturan itu diundangkan.

“Artinya, karena Ari diangkat oleh aturan lama dan pelanggarannya terjadi saat itu berlaku, maka seharusnya Ari sudah tak memenuhi syarat sebagai rektor. Padahal, aturan yang berlaku surut, baik itu merugikan atau menguntungkan seseorang itu tak boleh dilakukan secara konstitusional,” katanya.

Feri bilang, “ini semua maladministrasi dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN. Karena itulah, PP baru yang diteken Jokowi bisa diuji lewat Pengadilan Tata Usaha Negara.”

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai seharusnya posisi rektor bisa dimanfaatkan untuk mengkritik kesalahan pemerintah. Ia juga menuduh rektor telah mengobral keadilan palsu bagi mahasiswanya dengan berlaku hal yang hanya menguntungkan dirinya.

​”Jadi hanya lip service saja. Betul sudah yang dikatakan oleh para mahasiswa,” kata Ujang. [Andara Rose, Narasi.tv]