Checks and Balances: Presiden dan DPR Kangkangi Demokrasi lagi?

Mardhatillah (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)
Mardhatillah (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang  Cipta Kerja baru-baru ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik indonesia (DPR RI) dalam sidang Paripurna walaupun menuai banyak penolakan dari masyarakat.

Disahkannya Perppu ini menjadi UU, DPR dan Presiden dianggap tidak mendengarkan aspirasi rakyat yang menolak hadirnya UU ini. Tak lepas dari perjalanan kemunculannya, produk hukum satu ini memang tidak pernah diterima dengan mulus oleh masyarakat.

Hal ini didasarkan karena muatan UU Cipta Kerja dinilai hanya mengakomodir kepentingan oligarki ketimbang pekerja/buruh. Belum cukup kegaduhan yang dibuat oleh DPR karena mengesahkan UU No 11 Tahun 2020 silam, Presiden mengekor dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang saat ini telah disahkan menjadi UU.

Ada apa sebenarnya dengan keduanya? Nampaknya penolakan dan kritik yang dilontarkan oleh banyak kalangan hanya dianggap sebagai angin lewat oleh kedua pemangku kebijakan. Pengesahan secara kilat juga banyak menimbulkan pertanyaan yang merujuk kecurigaan kepada Presiden dan DPR. Keduanya sepertinya tampak tak lagi menghormati amanah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem Negara Hukum tak henti-hentinya dikangkangi.

Kekecewaan mendominasi terhadap DPR yang merupakan wakil rakyat. DPR nampaknya lupa akan perannya sebagai salah satu lembaga penyeimbang di dalam kekuasaan ketatanegaraan. Bukannya memberikan dukungan terhadap rakyat terkhususnya pekerja/buruh, DPR sama sekali tak mengindahkan putusan yudisial yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi dan mengesahkan Perppu yang dibuat oleh Presiden. Harusnya, DPR maupun presiden wajib untuk mempelajari pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi baik dari sisi perbaikan proses legislasi ataupun terkait dengan UU cipta kerja itu sendiri.

Tidak diterapkannya mekanisme Checks and balances oleh keduanya, kecurigaan masyarakat semakin kuat bahwa keduanya memiliki kepentingan masing-masing dalam pengesahan Perppu ini. Padahal mekanisme checks and balance sangatlah penting bagi keberlangsungan dalam suatu pemerintahan terkhususnya Indonesia.

Hal ini tidaklah semata-mata hanya untuk memastikan pemerintahan terkontrol dan sedikit menekan dominasi eksekutif, melainkan suatu bentuk tanggung jawab dalam memastikan suatu produk hukum apakah layak atau tidak untuk diberlakukan di Indonesia.

Namun tampaknya menjelang Pemilihan Umum 2024, Presiden dan DPR tengah kebut-kebutan untuk menyelesaikan proyek oligarki mereka. Tak lagi memedulikan dan lupa diri akan kedaulatan rakyat yang merupakan amanah dari Konstitusi. Menepis habis Mekanisme Checks and Balances yang ada dalam negara hukum.

Dapat disimpulkan, keduanya lagi-lagi melakukan pengangkangan terhadap Demokrasi, Presiden yang berdalih adanya kegentingan ekonomi dirasa hanya sebuah akal-akalan politik. Tak luput juga DPR, wakil rakyat yang sama sekali tidak mendengarkan aspirasi, dan sangat tebal muka dalam mengesahkan produk hukum kontroversial untuk diberlakukan di masyarakat.

Penulis | Mardhatillah (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

Editor | Soprian Ardianto